BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Leukemia adalah neoplasma akut atau kronis dari sel-sel pembentuk darah dalam sumsum tulang dan limfa nadi (Reeves, 2001). Sifat khas leukemia adalah proliferasi tidak teratur atau akumulasi ssel darah putih dalam sumusm tulang, menggantikan elemen sumsum tulang normal. Juga terjadi proliferasi di hati, limpa dan nodus limfatikus, dan invasi organ non hematologis, seperti meninges, traktus gastrointesinal, ginjal dan kulit. Insidensi Leukemia di Amerika adalah 13 per 100.000 penduduk/tahun ( Wilson, 1991 ). Leukemia pada anak berkisar pada 3 – 4 kasus per 100.000 anak / tahun . Untuk insidensi ANLL di Amerika Serikat sekitar 3 per 200.000 penduduk pertahun. Sedang di Inggris, Jerman, dan Jepang berkisar 2 – 3 per 100.000 penduduk pertahun ( Rahayu, 1993, cit Nugroho, 1998 ) .
Pada sebuah penelitian tentang leukemia di RSUD Dr. Soetomo/FK Unair selama bulan Agustus-Desember 1996 tercatat adalah 25 kasus leukemia akut dari 33 penderita leukemia. Dengan 10 orang menderita ALL ( 40% ) dan 15 orang menderita AML (60 %) ( Boediwarsono, 1998 ). Berdasarkan dari beberapa pengertian mengenai Leukemia maka penulis berpendapat bahwa leukemia merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh prolioferasi abnormal dari sel-sel leukosit yang menyebabkan terjadinya kanker pada alat pembentuk darah.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk memenuhi tugas KMB II tentang askep kelainan pada darah
1.2.1 Tujuan Khusus
• Untuk mengetahui konsep penyakit kelainan pada leukosit
• Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pada pasien kelainan pada leukosit
1.3 Batasan Masalah
Dalam makalah ini kami hanya membahas asuhan keperawatan pada pasien dengan leukimia
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Anatomi Fisiologi Sel Darah Putih Leukosit
Sel darah putih rupanya bening dan tidak berwarna, betuknya lebih besar dari sel darah merah, tetapi jumlahnya lebih kecil. Dalam setiap milimeter kubik darah terdapat 6.000 sampai 10.000 (rata-rata 8.000) sel darah putih.
Granulosit atau sel polimorfonuklear merupakan hampir 75% dari seluruh jumlah sel darah putih. Mereka terbentuk dalam sumsum merah tulang. Sel ini berisi sebuah nukleus yang berbelah banyak dan protoplasmanya berbulir. Karena itu disebut juga sel berbulir atau granulosit. Kekurangan granulosit disebut granulositopenia.
Tidak adanya granulosit disebut agranulositosis, yang dapat timbul setelah makan obat tertentu, termasuk juga antibiotik. Oleh karena itu apabila makan obat-obat tersebut, pemeriksaan darah sebaiknya sering dilakukan untuk mengetahui keadaan ini seawal mungkin.
Sel darah putih (leukosit ) terdiri dari :
a. Granulosit
- Sel netrofil (66%)
- Sel eosinofil (3%)
- Sel basofil (1%)
b. Agranulosit
- Limfosit (25%)
Sel ini dibentuk di dalam kelenjar limfe dan juga di dalam sumsum tulang.
- Monosit (5%)
Fungsi sel darah putih (leukosit) :
Granulosit dan monosit mempunyai peranan penting dalam perindungan tubuh terhadap mikroorganisme. Dengan kemampuanya sebagai fagosit, mereka memakan mikroorganisme yang masuk ke dalam peredaran darah, pada saat infeksi.
Fungsi limfosit adalah sebagai pembentuk antibodi terhadap infeksi dan mempertahankan imunitas tertentu terhadap infeksi.
2.2 Konsep Penyakit
2.2.1 Pengertian
Leukemia adalah neoplasma akut atau kronis dari sel-sel pembentuk darah dalam sumsum tulang dan limfa nadi (Reeves, 2001). Leukimia merupakan penyait maligna yang disebabkan abnormal overproduksi dari tipe sel darah putih tertentu, biasanya sel-sel imatur dalam sumsum tulang. Sifat khas leukemia adalah proliferasi tidak teratur atau akumulasi sel darah putih dalam sumsum tulang, menggantikan elemen sumsum tulang normal. Juga terjadi proliferasi di hati, limpa dan nodus limfatikus, dan invasi organ non hematologis, seperti meninges, traktus gastrointesinal, ginjal dan kulit.
Kata leukemia berarti darah putih, karena pada penderita ditemukan banyak sel darah putih sebelum diberi terapi. Leukimia terjadi ketika sel darah bersifat kanker yakni membelah secara tidak terkontrol dan mengganggu pembelahan sel darah normal. Sel darah putih yang tampak banyak merupakan sel yang muda, misalnya promielosit. Jumlah yang semakin meninggi ini dapat mengganggu fungsi normal dari sel lainnya.
2.2.2Etiologi
Penyebab yang pasti belum diketahui, akan tetapi terdapat faktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya leukemia yaitu :
• Faktor genetik : virus tertent\u meyebabkan terjadinya perubahan struktur gen ( T cell leukemia-lymphoma virus/HTLV)
• Radiasi ionisasi : lingkungan kerja, pranatal, pengobatan kanker sebelumnya
• Terpapar zat-zat kimiawi seperti benzen, arsen, kloramfenikol, fenilbutazon, dan agen anti neoplastik.
• Obat-obat imunosupresif, obat karsinogenik seperti diethylstilbestrol.
• Faktor herediter, misalnya pada kembar monozigot
• Kelainan kromosom : Sindrom Bloom’s, trisomi 21 (Sindrom Down’s), Trisomi G (Sindrom Klinefelter’s), Sindrom fanconi’s, Kromosom Philadelphia positif, Telangiektasis ataksia.
2.2.3. Jenis Leukimia
• Ketika leukemia memengaruhi limfosit atau sel limfoid, maka disebut leukemia limfositik.
• Ketika leukemia memengaruhi sel darah merah, sel mieloid seperti neutrofil, basofil, dan eosinofil,makrofag, dan keping darah maka disebut leukemia mielogenus.
.
1. Leukemia Mielogenus Akut (AML)
AML mengenai sel stem hematopeotik yang kelak berdiferensiasi ke semua sel Mieloid: monosit, granulosit, eritrosit, eritrosit dan trombosit. Semua kelompok usia dapat terkena; insidensi meningkat sesuai bertambahnya usia. Merupakan leukemia nonlimfositik yang paling sering terjadi.
Pada leukemia jenis ini terjadi kerusakan dalam pertumbuhan dan pematangan sel megakariosit, monosit, granulosit dan eritrosit. Prognosisnya dalam jangka panjang biasanya jelek.
Menurut FAB, LMA terdiri atas:
• M1 : Myelositik leukkemia akut tanpa diferensiasi
• M2 : Myelositik leukemia akut dengan diferensiasi
• M3 : Promyelositik leukemia akut
• M4 : Myelomonositik leukemia akut
• M5 : Monositik leukemia akut dengan deferensiasi
• M5A : monositik leukemia akut tanpa diferensiasi
• M6 : Eritroleukemia
(Sumber : Joan Luckmann, 1987)
2. Leukemia Mielogenus Kronis (CML)
CML juga dimasukkan dalam sistem keganasan sel stem mieloid. Namun lebih banyak sel normal dibanding bentuk akut, sehingga penyakit ini lebih ringan. CML jarang menyerang individu di bawah 20 tahun. Terjadi akibat kerusakan murni di pluripotent stem cell. Pada pemeriksaan darah perifer ditemukan juga adanya leukositosis dan trobositosis. Ditemukan juga adanya peningkatan produksi dari granuosit seperti netropil, eosinofil dan basofil.
Manifestasi mirip dengan gambaran AML tetapi tanda dan gejala lebih ringan, pasien menunjukkan tanpa gejala selama bertahun-tahun, peningkatan leukosit kadang sampai jumlah yang luar biasa, limpa membesar.
3. Luekemia Limfositik Akut (ALL)
ALL dianggap sebagai proliferasi ganas limfoblast. Sering terjadi pada anak-anak, laki-laki lebih banyak dibanding perempuan, puncak insiden usia 4 tahun, setelah usia 15 ALL jarang terjadi. Manifestasi limfosit immatur berproliferasi dalam sumsum tulang dan jaringan perifer, sehingga mengganggu perkembangan sel normal.
Adanya kerusakan pada limfoid dengan karakteristik proliferasi sel limfoid imatur pada sumsum tulang. Limpadenopati, hepatosplenomegali dan gangguan susunan saraf pusat dapat terjadi pada jumlah leuosit sampai dengan 100.000/mm3.
Secara morfologis ALL dibagi menjadi 3 yaitu:
• L1 : jenis ALL yang paling banyak pada masa anak-anak, sel limfoblas kecil-kecil.
• L2 : ALL pada orang dewasa, sel lebih besar, inti ireguler, populasi sel heterogen.
• L3 : sel-sel besar, populasi sel homogen.
4. Leukemia Limfositik Kronis (CLL)
CLL merupakan kelainan ringan mengenai individu usia 50 sampai 70 tahun. Karakteristik leukemia jenis ini adalah adanya proliferasi awal linfosit B. Hasil pemeriksaan darah perifer ditemukan penngkatan jumlah sel limfosit baik matur maupun imatur. Peningkatan jumlah limfosit akan menfiltrasi kelenjar limfe, hati, limpa dan sumsum tulang. Perkembangan penyakit ini mulai stage 0 - IV sampai dengan 5 tahun.
2.2.4 Manifestasi Klinik
a. Lekemia Mielogenus Akut
• Berkurangnya sel darah normal.
• Kepekaan terhadap infeksi terjadi akibat granulositopenia, kekurangan granulosit; kelelahan dan kelemahan terjadi karena anemia; dan kecenderungan perdarahan akibat trombositopenia, kekurangan jumlah trombosit.
• Nyeri akibat pembesaran limpa atau hati; masalah kelenjar limfe ; sakit kepala atau muntah akibat lekemia meningeal (sering terjadi pada lekemia limfositik) ; dan nyeri tulang akibat penyebaran sumsum tulang.
• Terjadi tanpa peringatan, dengan gejala terjadi dalam periode 1-6 bulan. Hitung sel darah menunjukkan penurunan baik eritrosit maupun trombosit
b. Lekemia Meilogenus Kronis
• Mirip dengan AML, namun tanda dan gejalanya lebih ringan
• Banyak pasien yang menunjukkan tanpa tanda dan gejala selama bertahun-tahun.
• Terdapat peningkatan leukosit.
• Splenomegali
c. Lekemia Limfositik Akut
• Limfosit imatur berproliferasi dalam sumsung tulang dan jaringan perifer.
• Hematopoesis normal terhambat mengakibatkan penurunan jumlah leukosit, sel darah merah , dan trombosit.
• Eritrosit dan trombosit jumlahnya rendah dan leukosit jumlahnya bisa rendah atau tinggi tetapi selalu terdapat sel imatur.
• Infiltrasi lekemia ke organ-organ lain lebih sering terjadi pada ALL dari pada bentuk lekemia yang lain dan mengakibatkan nyeri karena pembesaran hati atau limpa, sakit kepala, muntah karena keterlibatan meninges, dan nyeri tulang.
d. Lekemia Lomfositik Kronis
• Tidak menunjukkan tanda dan gejala dan baru terdiagnosa pada saat pemeriksaan fisik atau penanganan untuk penyakit lain.
• Anemia, infeksi, pembesaran nodus limfe dan organ abdominal.
• Jumlah eritrosit dan trombosit bisa normal atau menurun.
• Limfositopenia ( penurunan jumlah limfosit)
2.2.5. Patofisiologi
a.Normalnya tulang marrow diganti dengan tumor yang malignan, imaturnya sel blast. Adanya proliferasi sel blast, produksi eritrosit dan platelet terganggu sehingga akan menimbulkan anemia dan trombositipenia.
b.Sistem retikuloendotelial akan terpengaruh dan menyebabkan gangguan sistem pertahanan tubuh dan mudah mengalami infeksi.
c.Manifestasi akan tampak pada gambaran gagalnya bone marrow dan infiltrasi organ, sistem saraf pusat. Gangguan pada nutrisi dan metabolisme. Depresi sumsum tulang yang dan berdampak pada penurunan lekosit, eritrosit, faktor pembekuan dan peningkatan tekanan jaringan.
d.Adanya infiltrasi pada ekstra medular akan berakibat terjadinya pembesaran hati, limfe, nodus limfe, dan nyeri persendian.
(Suriadi, & Yuliani R, 2001: hal. 175)
2.2.6. Tanda dan Gejala
1. Aktivitas : kelelahan, kelemahan, malaise, kelelahan otot.
2. Sirkulasi :palpitasi, takikardi, mur-mur jantung, membran mukosa pucat.
3. Eliminsi : diare, nyeri tekan perianal, darah merah terang, feses hitam, penurunan haluaran urin.
4. Integritas ego : perasaan tidak berdaya, menarik diri, takut, mudah terangsang, ansietas.
5. Makanan/cairan: anoreksia, muntah, perubahan rasa, faringitis, penurunan BB dan disfagia
6. Neurosensori : penurunan koordinasi, disorientasi, pusing kesemutan, parestesia, aktivitas kejang, otot mudah terangsang.
7. Nyeri : nyeri abomen, sakit kepala, nyeri sendi, perilaku hati-hati gelisah
8. Pernafasan : nafas pendek, batuk, dispneu, takipneu, ronkhi, gemericik,
penurunan bunyi nafas
9. Keamanan : gangguan penglihatan, perdarahan spontan tidak terkontrol, demam, infeksi, kemerahan, purpura, pembesaran nodus limfe.
10. Seksualitas : perubahan libido, perubahan menstruasi, impotensi, menoragia.
2.2.7. Pemeriksaan Penunjang
1. Hitung darah lengkap :
• Hitung darah lengkap complete blood cell (CBC). Pasien dengan CBC kurang dari 10.000/mm3 saat didiagnosis memiliki memiliki prognosis paling baik; jumlah lekosit lebih dari 50.000/mm3 adalah tanda prognosis kurang baik pada pasien sembarang umur.
• menunjukkan normositik, anemia normositik
2. Hemoglobulin : dapat kurang dari 10 gr/100ml
3. Retikulosit : jumlah biasaya rendah
4. Trombosit : sangat rendah (< 50000/ml) , menunjukkan kapasitas pembekuan.
5. SDP : mungkin lebih dari 50000/ml dengan peningkatan SDP immatur,
6. PTT : memanjang
7. LDH : mungkin meningkat
8. Asam urat serum : mungkin meningkat
9. Muramidase serum : pengikatan pada leukemia monositik akut dan mielomonositik
10. Copper serum : meningkat
11. Zink serum : menurun
12. Foto dada dan biopsi nodus limfe : dapat mengindikasikan derajat keterlibatan, mendeteksi keterlibatan mediastinum.
13. Aspirasi sumsum tulang. Ditemukannya 25% sel blas memperkuat diagnosis.
14. Pemindaian tulang atau survei kerangka untuk mengkaji keterlibatan tulang.
15. Pemindaian ginjal, hati, limpa untuk mengkaji infiltrat leukemik.
16. Pungsi lumbal untuk mengkaji keterlibatan susunan saraf pusat
17. Biopsi : dokter akan mengangkat sumsum tulang dari tulang pinggul atau tulang besar lainnya. Ahli patologi kemudian akan memeriksa sampel di bawah mikroskop, untuk mencari sel-sel kanker. Cara ini disebut biopsi, yang merupakan cara terbaik untuk mengetahui apakah ada sel-sel leukemia di dalam sumsum tulang.
18. Sitogenetik : laboratorium akan memeriksa kromosom sel dari sampel darah tepi, sumsum tulang, atau kelenjar getah bening.
19. Processus Spinosus : dengan menggunakan jarum yang panjang dan tipis, dokter perlahan-lahan akan mengambil cairan cerebrospinal (cairan yang mengisi ruang di otak dan sumsum tulang belakang). Prosedur ini berlangsung sekitar 30 menit dan dilakukan dengan anestesi lokal. Pasien harus berbaring selama beberapa jam setelahnya, agar tidak pusing. Laboratorium akan memeriksa cairan apakah ada sel-sel leukemia atau tanda-tanda penyakit lainnya.
2.2.8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan leukemia ditentukan berdasarkan klasifikasi prognosis dan penyakit penyerta.
1. Terapi dan Kemoterapi, dilakukan ketika sel leukemia sudah terjadi metastasis.kemoterapi dilakukan juga pada fase induksi remisi yang bertujuan mempertahankan remisi selama mungkin.
Program terapi. Pengobatan terutama ditunjukkan untuk 2 hal (Netty Tejawinata, 1996) yaitu:
1. Memperbaiki keadaan umum dengan tindakan:
- Tranfusi sel darah merah padat (Pocket Red Cell-PRC) untuk mengatasi anemi. Apabila terjadi perdarahan hebat dan jumlah trombosit kurang dari 10.000/mm³, maka diperlukan transfusi trombosit.
- Pemberian antibiotik profilaksis untuk mencegah infeksi.
2. Pengobatan spesifik
Terutama ditunjukkan untuk mengatasi sel-sel yang abnormal. Pelaksanaannya tergantung pada kebijaksanaan masing-masing rumah sakit, tetapi prinsip dasar pelaksanaannya adalah sebagai berikut:
- Induksi untuk mencapai remisi: obat yang diberikan untuk mengatasi kanker sering disebut sitostatika (kemoterapi). Obat diberikan secara kombinasi dengan maksud untuk mengurangi sel-sel blastosit sampai 5% baik secara sistemik maupun intratekal sehingga dapat mengurangi gejala-gajala yang tampak.
- Intensifikasi, yaitu pengobatan secara intensif agar sel-sel yang tersisa tidak memperbanyak diri lagi.
- Mencegah penyebaran sel-sel abnormal ke sistem saraf pusat
- Terapi rumatan (pemeliharaan) dimaksudkan untuk mempertahankan masa remisi
Terdapat tiga fase pelaksanaan kemoterapi :
a. Fase induksi
Dimulasi 4-6 minggu setelah diagnosa ditegakkan. Pada fase ini diberikan terapi kortikostreroid (prednison), vincristin dan L-asparaginase. Fase induksi dinyatakan behasil jika tanda-tanda penyakit berkurang atau tidak ada dan dalam sumsum tulang ditemukan jumlah sel muda kurang dari 5%.
b. Fase Profilaksis Sistem saraf pusat
Pada fase ini diberikan terapi methotrexate, cytarabine dan hydrocotison melaui intrathecal untuk mencegah invsi sel leukemia ke otak. Terapi irradiasi kranial dilakukan hanya pada pasien leukemia yang mengalami gangguan sistem saraf pusat.
c. Konsolidasi
Pada fase ini kombinasi pengobatan dilakukan untuk mempertahankan remisis dan mengurangi jumlah sel-sel leukemia yang beredar dalam tubuh. Secara berkala, mingguan atau bulanan dilakukan pemeriksaan darah lengkap untuk menilai respon sumsum tulang terhadap pengobatan. Jika terjadi supresi sumsum tulang, maka pengobatan dihentikan sementara atau dosis obat dikurangi.
Pasien leukemia bisa mendapatkan kemoterapi dengan berbagai cara:
• Melalui mulut
• Dengan suntikan langsung ke pembuluh darah balik (atau intravena)
• Melalui kateter (tabung kecil yang fleksibel) yang ditempatkan di dalam pembuluh darah balik besar, seringkali di dada bagian atas - Perawat akan menyuntikkan obat ke dalam kateter, untuk menghindari suntikan yang berulang kali. Cara ini akan mengurangi rasa tidak nyaman dan/atau cedera pada pembuluh darah balik/kulit.
• Dengan suntikan langsung ke cairan cerebrospinal – jika ahli patologi menemukan sel-sel leukemia dalam cairan yang mengisi ruang di otak dan sumsum tulang belakang, dokter bisa memerintahkan kemoterapi intratekal. Dokter akan menyuntikkan obat langsung ke dalam cairan cerebrospinal. Metode ini digunakan karena obat yang diberikan melalui suntikan IV atau diminum seringkali tidak mencapai sel-sel di otak dan sumsum tulang belakang.
2. Terapi Biologi
Terapi ini diberikan melalui suntikan di dalam pembuluh darah balik. Bagi pasien dengan leukemia limfositik kronis, jenis terapi biologi yang digunakan adalah antibodi monoklonal yang akan mengikatkan diri pada sel-sel leukemia. Terapi ini memungkinkan sistem kekebalan untuk membunuh sel-sel leukemia di dalam darah dan sumsum tulang. Bagi penderita dengan leukemia myeloid kronis, terapi biologi yang digunakan adalah bahan alami bernama interferon untuk memperlambat pertumbuhan sel-sel leukemia.
3. Terapi Radiasi
Terapi Radiasi (juga disebut sebagai radioterapi) menggunakan sinar berenergi tinggi untuk membunuh sel-sel leukemia. Bagi sebagian besar pasien, sebuah mesin yang besar akan mengarahkan radiasi pada limpa, otak, atau bagian lain dalam tubuh tempat menumpuknya sel-sel leukemia ini. Beberapa pasien mendapatkan radiasi yang diarahkan ke seluruh tubuh. (Iradiasi seluruh tubuh biasanya diberikan sebelum transplantasi sumsum tulang.)
4. Transplantasi Sel Induk (Stem Cell)
Beberapa pasien leukemia menjalani transplantasi sel induk (stem cell). Transplantasi sel induk memungkinkan pasien diobati dengan dosis obat yang tinggi, radiasi, atau keduanya. Dosis tinggi ini akan menghancurkan sel-sel leukemia sekaligus sel-sel darah normal dalam sumsum tulang. Kemudian, pasien akan mendapatkan sel-sel induk (stem cell) yang sehat melalui tabung fleksibel yang dipasang di pembuluh darah balik besar di daerah dada atau leher. Sel-sel darah yang baru akan tumbuh dari sel-sel induk (stem cell) hasil transplantasi ini.
Setelah transplantasi sel induk (stem cell), pasien biasanya harus menginap di rumah sakit selama beberapa minggu. Tim kesehatan akan melindungi pasien dari infeksi sampai sel-sel induk (stem cell) hasil transplantasi mulai menghasilkan sel-sel darah putih dalam jumlah yang memadai.
5. Pencegahan terpaparnya mikroorgansme dengan isolasi
Transplantasi sumsum tulang, transplantasi sumsum tulang merupakan alternatif terbaik dalam penanganan leukemia. Terapi ini juga biasa dilakukan pada pasien dengan limphoma, anemia aplastik.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1. Pengkajian
1. Riwayat penyakit : pengobatan kanker sebelumnya
2. Riwayat keluarga : adanya gangguan hematologis, adanya faktor herediter misal kembar monozigot
3. Kaji adanya tanda-tanda anemia : kelemahan, kelelahan, pucat, sakit kepala, anoreksia, muntah, sesak, nafas cepat
4. Kaji adanya tanda-tanda leukopenia : demam, stomatitis, gejala infeksi pernafasan atas, infeksi perkemihan; infeksi kulit dapat timbul kemerahan atau hiotam tanpa pus
5. Kaji adanya tanda-tanda trombositopenia : ptechiae, purpura, perdarahan membran mukosa, pembentukan hematoma, purpura; kaji adanya tanda-tanda invasi ekstra medula: limfadenopati, hepatomegali, splenomegali.
6. Kaji adanya pembesaran testis, hematuria, hipertensi, gagal ginjal, inflamasi di sekkitar rektal dan nyeri.
3.2. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia
3. Resiko terhadap cedera : perdarahan yang berhubungan dengan penurunan jumlah trombosit
4. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah
5. Perubahan membran mukosa mulut : stomatitis yang berhubungan dengan efek samping agen kemoterapi
6. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan anoreksia, malaise, mual dan muntah, efek samping kemoterapi dan atau stomatitis
7. Nyeri yang berhubungan dengan efek fisiologis dari leukemia
8. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pemberian agens kemoterapi,
radioterapi, imobilitas.
9. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan alopesia atau perubahan cepat pada
penampilan.
10. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak yang menderita leukemia.
11. Antisipasi berduka berhubungan dengan perasaan potensial kehilangan.
3.3 Intervensi dan Rasional
1. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh
Tujuan : Pasien tidak mengalami gejala-gejala infeksi
Intervensi Rasional
Pantau suhu dengan teliti untuk mendeteksi kemungkinan infeksi
Tempatkan Px dalam ruangan khusus untuk meminimalkan terpaparnya Px dari sumber infeksi
Anjurkan semua pengunjung dan staff rumah sakit untuk menggunakan teknik mencuci tangan dengan baik untuk meminimalkan pajanan pada organisme infektif
Gunakan teknik aseptik yang cermat untuk semua prosedur invasive untuk mencegah kontaminasi silang/menurunkan resiko infeksi
Evaluasi keadaan pasien terhadap tempat-tempat munculnya infeksi seperti tempat
penusukan jarum, ulserasi mukosa, dan masalah gigi untuk intervensi dini penanganan infeksi
Inspeksi membran mukosa mulut. Bersihkan mulut dengan baik rongga mulut adalah medium yang baik untuk pertumbuhan organisme
Berikan periode istirahat tanpa gangguan menambah energi untuk penyembuhan dan regenerasi seluler
Berikan diet lengkap nutrisi sesuai usia untuk mendukung pertahanan alami tubuh
Berikan antibiotik sesuai ketentuan diberikan sebagai profilaktik atau mengobati infeksi khusus
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia
Tujuan : terjadi peningkatan toleransi aktifitas
Intervensi Rasional
Evaluasi laporan kelemahan, perhatikan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dala aktifitas sehari-hari menentukan derajat dan efek ketidakmampuan
Berikan lingkungan tenang dan perlu istirahat tanpa gangguan menghemat energi untuk aktifitas dan regenerasi seluler atau penyambungan jaringan
Kaji kemampuan untuk berpartisipasi pada aktifitas yang diinginkan atau dibutuhkan mengidentifikasi kebutuhan individual dan membantu pemilihan intervensi
Berikan bantuan dalam aktifitas sehari-hari dan ambulasi memaksimalkan sediaan energi untuk tugas perawatan diri
Berikan bantuan dalam aktifitas sehari-hari dan ambulasi memaksimalkan sediaan energi untuk tugas perawatan diri
3. Resiko terhadap cedera/perdarahan yang berhubungan dengan penurunan jumlah trombosit
Tujuan : klien tidak menunjukkan bukti-bukti perdarahan
Intervensi Rasional
Gunakan semua tindakan untuk mencegah perdarahan khususnya pada daerah ekimosis karena perdarahan memperberat kondisi pasien dengan adanya anemia
Cegah ulserasi oral dan rectal karena kulit yang luka cenderung untuk berdarah
Gunakan jarum yang kecil pada saat melakukan injeksi untuk mencegah perdarahan
Menggunakan sikat gigi yang lunak dan lembut untuk mencegah perdarahan
Laporkan setiap tanda-tanda perdarahan (tekanan darah menurun, denyut nadi cepat, dan pucat) untuk memberikan intervensi dini dalam mengatasi perdarahan
Hindari obat-obat yang mengandung aspirin karena aspirin mempengaruhi fungsi trombosit
Ajarkan orang tua dan anak yang lebih besar ntuk mengontrol perdarahan hidung untuk mencegah perdarahan
4. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan munta
Tujuan : – Tidak terjadi kekurangan volume cairan
– Pasien tidak mengalami mual dan muntah
Intervensi Rasional
Berikan antiemetik awal sebelum dimulainya kemoterapi untuk mencegah mual dan muntah
Berikan antiemetik secara teratur pada waktu dan program kemoterapi untuk mencegah episode berulang
Kaji respon Px terhadap anti emetic karena tidak ada obat antiemetik yang secara umum berhasil
Hindari memberikan makanan yang beraroma menyengat Bau yang menyengat dapat menimbulkan mual dan muntah
Anjurkan makan dalam porsi kecil tapi sering jumlah kecil biasanya ditoleransi dengan baik
Berikan cairan intravena sesuai ketentuan untuk mempertahankan hidrasi
5. Perubahan membran mukosa mulut : stomatitis yang berhubungan dengan efek samping agen kemoterapi
Tujuan : pasien tidak mengalami mukositis oral
Intervensi Rasional
Inspeksi mulut setiap hari untuk adanya ulkus oral untuk mendapatkan tindakan yang segera
Hindari mengukur suhu oral untuk mencegah trauma
Gunakan sikat gigi berbulu lembut, aplikator berujung kapas, atau jari yang dibalut kasa untuk menghindari trauma
Berikan pencucian mulut yang sering dengan cairan salin normal atau tanpa larutan bikarbonat untuk menuingkatkan penyembuhan
Gunakan pelembab bibir untuk menjaga agar bibir tetap lembab dan mencegah pecah-pecah (fisura)
Hindari penggunaan larutan lidokain pada anak kecil karena bila digunakan pada faring, dapat menekan refleks muntah yang
mengakibatkan resiko aspirasi dan dapat menyebabkan kejang
Berikan diet cair, lembut dan lunak agar makanan yang masuk dapat ditoleransi
Inspeksi mulut setiap hari untuk mendeteksi kemungkinan infeksi
Dorong masukan cairan dengan menggunakan sedotan untuk membantu melewati area nyeri
Hindari penggunaa swab gliserin, hidrogen peroksida dan susu magnesia dapat mengiritasi jaringan yang luka dan dapat membusukkan gigi,
memperlambat penyembuhan dengan memecah protein dan dapat mengeringkan mukosa
Berikan obat-obat anti infeksi sesuai ketentuan untuk mencegah atau mengatasi mukositis
Berikan analgetik untuk mengendalikan nyeri
6. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan anoreksia, malaise, mual dan muntah, efek samping kemoterapi dan atau stomatitis
Tujuan : pasien mendapat nutrisi yang adekuat
Intervensi Rasional
Dorong keluarga untuk tetap rileks pada saat pasien makan jelaskan bahwa hilangnya nafsu makan adalah akibat langsung dari mual dan muntah serta kemoterapi
Izinkan pasien memakan semua makanan yang dapat ditoleransi, rencanakan untuk
memperbaiki kualitas gizi pada saat selera makan anak meningkat untuk mempertahankan nutrisi yang optimal
Berikan makanan yang disertai suplemen nutrisi gizi, seperti susu bubuk atau suplemenyang dijual bebas untuk memaksimalkan kualitas intake nutrisi
Izinkan pasien untuk terlibat dalam persiapan dan pemilihan makanan untuk mendorong agar pasien mau makan
Dorong masukan nutrisi dengan jumlah sedikit tapi sering karena jumlah yang kecil biasanya ditoleransi dengan baik
Dorong pasien untuk makan diet tinggi kalori kaya nutrient kebutuhan jaringan metabolik ditingkatkan begitu juga cairan untuk
menghilangkan produk sisa suplemen dapat memainkan peranan penting dalam mempertahankan masukan kalori dan protein yang adekuat
Timbang BB, ukur TB dan ketebalan lipatan kulit trisep membantu dalam mengidentifikasi malnutrisi protein kalori, khususnya bila BB dan pengukuran antropometri kurang dari normal
7. Nyeri yang berhubungan dengan efek fisiologis dari leukemia
Tujuan : pasien tidak mengalami nyeri atau nyeri menurun sampai tingkat yang dapat diterima
Intervensi Rasional
Mengkaji tingkat nyeri dengan skala 0 sampai 10 informasi memberikan data dasar untuk mengevaluasi kebutuhan atau
keefektifan intervensi
Jika mungkin, gunakan prosedur-prosedur (misal pemantauan suhu non invasif, alat
akses vena) untuk meminimalkan rasa tidak aman
Evaluasi efektifitas penghilang nyeri dengan derajat kesadaran dan sedasi untuk menentukan kebutuhan perubahan dosis. Waktu pemberian atau obat
Lakukan teknik pengurangan nyeri non farmakologis yang tepat sebagai analgetik tambahan
Berikan obat-obat anti nyeri secara teratur untuk mencegah kambuhnya nyeri
8. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pemberian agens kemoterapi, radioterapi, imobilitas
Tujuan : pasien mempertahankan integritas kulit
Intervensi Rasional
Berikan perawatan kulit yang cemat, terutama di dalam mulut dan daerah perianal karena area ini cenderung mengalami ulserasi
Ubah posisi dengan sering untuk merangsang sirkulasi dan mencegah tekanan pada kulit
Mandikan dengan air hangat dan sabun ringan mempertahankan kebersihan tanpa mengiritasi kulit
Kaji kulit yang kering terhadap efek samping terapi kanker efek kemerahan atau kulit kering dan pruritus, ulserasi dapat terjadi dalam area radiasi pada beberapa agen kemoterapi
Anjurkan pasien untuk tidak menggaruk dan menepuk kulit yang kering membantu mencegah friksi atau trauma kulit
Dorong masukan kalori protein yang adekuat untuk mencegah keseimbangan nitrogen yang negatif
Pilih pakaian yang longgar dan lembut diatas area yang teradiasi untuk meminimalkan iritasi tambahan
9. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan alopesia atau perubahan cepat pada
penampilan
Tujuan : pasien atau keluarga menunjukkan perilaku koping positif
Intervensi Rasional
Dorong pasien untuk memilih wig (pasien perempuan) yang serupa gaya dan warna rambut pasien sebelum rambut mulai rontok untuk membantu mengembangkan penyesuaian rambut terhadap kerontokan rambut
Berikan penutup kepala yang adekuat selama pemajanan pada sinar matahari, angin atau dingin karena hilangnya perlindungan rambut
Jelaskan bahwa rambut mulai tumbuh dalam 3 hingga 6 bulan dan mungkin warna atau teksturnya agak berbeda untuk menyiapkan pasien dan keluarga terhadap perubahan penampilan rambut baru
Dorong hygiene, berdandan, dan alat alat yang sesuai dengan jenis kelamin , misalnya wig, skarf, topi, tata rias, dan pakaian yang menarik untuk meningkatkan penampilan
10. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai keluarga yang menderita leukemia
Tujuan : pasien atau keluarga menunjukkan pengetahuan tentang prosedur diagnostic atau terapi
Intervensi Rasional
Jelaskan alasan setiap prosedur yang akan dilakukan pada pasien untuk meminimalkan kekhawatiran yang tidak perlu
Jadwalkan waktu agar keluarga dapat berkumpul tanpa gangguan dari staff untuk mendorong komunikasi dan ekspresi perasaan
Bantu keluarga merencanakan masa depan, khususnya dalam membantu pasien menjalani kehidupan yang normal untuk meningkatkan perkembangan pasien yang optimal
Dorong keluarga untuk mengespresikan perasaannya mengenai kehidupan pasien sebelum diagnosa dan prospek pasien untuk bertahan hidup memberikan kesempatan pada keluarga untuk menghadapi rasa takut secara realistis
Diskusikan bersama keluarga bagaimana mereka memberitahu pasien tentang hasil tindakan dan kebutuhan terhadap pengobatan dan kemungkinan terapi tambahan untuk mempertahankan komunikasi yang terbuka dan jujur
Hindari untuk menjelaskan hal-hal yang tidak sesuai dengan kenyataan yang ada untuk mencegah bertambahnya rasa khawatiran keluarga
11. Antisipasi berduka berhubungan dengan perasaan potensial kehilangan.
Tujuan : pasien atau keluarga menerima dan mengatasi kemungkinan kematian pasien
Intervensi Rasional
Kaji tahapan berduka terhadap pasien dan keluarga pengetahuan tentang proses berduka memperkuat normalitas perasaan atau reaksi terhadap apa yang dialami dan dapat membantu pasien dan keluarga lebih efektif menghadapi kondisinya
Berikan kontak yang konsisten pada keluarga untuk menetapkan hubungan saling percaya yang mendorong komunikasi
Bantu keluarga merencanakan perawatan pasien, terutama pada tahap terminal untuk meyakinkan bahwa harapan mereka diimplementasikan
Fasilitasi pasien untuk mengespresikan perasaannya. memperkuat normalitas perasaan atau reaksi terhadap apa yang dialami.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
■ Sel darah putih (leukosit) terdiri dari granulosit (neutrofil,eosinofil,basofil) dan agranulosit (limfosit dan monosit) yang berfungsi sebagai fagosit terhadap mikroorganisme yang ada dalam peredaran darah dan sebagai pembentuk antibodi terhadap infeksi serta mempertahankan imunitas tubuh terhadap infeksi tertentu.
■ Leukimia merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh abnormalnya proliferasi leukosit sehingga mendesak sel darah maupun sel yang lainnya.
■ Leukimia diklafisikan menjadi leukimia mielogenus dan leukimia limfositik.
■ Leukimia disebabkan oleh faktor genetik, radiasi ionisasi, terpapar zat-zat kimiawi, obat-obat imunosupresif, faktor herediter, kelainan kromosom.
■ Penatalaksanaan leukimia adalah terapi dan k emoterapi; terapi biologi; terapi radiasi, transpaltasi sel induk (stem cell); dan pencegahan terpaparnya mikroorganisme dengan isolasi.
■ Terdapat 11 diagnosa keperawatan yang muncul, yaitu resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh, intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia, resiko terhadap cedera : perdarahan yang berhubungan dengan penurunan jumlah trombosit, resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah, perubahan membran mukosa mulut : stomatitis yang berhubungan dengan efek samping agen kemoterapi, perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan anoreksia, malaise, mual dan muntah, efek samping kemoterapi dan atau stomatitis, nyeri yang berhubungan dengan efek fisiologis dari leukemia, kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pemberian agens kemoterapi, radioterapi, imobilitas, gangguan citra tubuh berhubungan dengan alopesia atau perubahan cepat pada
penampilan, perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak yang menderita leukemia, antisipasi berduka berhubungan dengan perasaan potensial kehilangan.
4.2 Saran
Sebaiknya kejadian leukimia bisa dihindari dengan menjahui etiologinya. Pengobatan secara dini mungkin sangat diperlukan.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E. 1999. Nursing Care Plans: Guidelines For Planning And Documenting Patient Care. Alih Bahasa I Made Kariasa. Ed. 3. Jakarta : EGC
Pearce, Evelyn C. 1999. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta : Gramedia
Price, Sylvia Anderson. Pathophysiology. 1994. Clinical Concepts Of Disease Processes. Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4. Jakarta : EGC
Reeves, Charlene J et al. 2001 . Medical-Surgical Nursing. Alih Bahasa Joko Setyono. Ed. I. Jakarta : Salemba Medika
Smeltzer Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC
Tucker, Susan Martin et al. Patient care Standards. 1998. Nursing Process, diagnosis, And Outcome. Alih bahasa Yasmin asih. Ed. 5. Jakarta : EGC
Anonim.2011.Leukimia.http://kesehatanstikes27.wordpress.com/2011/01/19/leukemia-2/. Diunduh pada 18 november 2011 jam 10.05
Haldien. 2011. Askep Leukimia. http://haldien3101-3102. blogspot.com/2011/06/askep-leukimia.html. diunduh pada 18 November 2011 jam 10.00