THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES »

Senin, 12 Desember 2011

CARA – CARA MENCAPAI KERENDAHAN HATI

 Berbicara sedikit mungkin tentang diri sendiri  Uruslah persoalan-persoalan pribadi  Hindari rasa ingin tahu  Jangan mencampuri urusan orang lain  Terimalah pertentangan dengan kegembiraan  Jangan memusatkan perhatian kepada kesalahan orang lain  Terimalah hinaan dan caci maki  Terimalah perasaan tak diperhatikan, dilupakan dan dipandang rendah  Mengalah terhadap kehendak orang lain  Terimalah celaan walaupun anda tidak layak menerimanya  Bersikap sopan dan peka, sekalipun seseorang memancing amarah anda  Janganlah mencoba agar dikagumi dan dicintai  Bersikap mengalah dalam perbedaan pendapat, walaupun anda yang benar  Pilihlah selalu yang tersulit

Jumat, 25 November 2011

Askep Leukimia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Leukemia adalah neoplasma akut atau kronis dari sel-sel pembentuk darah dalam sumsum tulang dan limfa nadi (Reeves, 2001). Sifat khas leukemia adalah proliferasi tidak teratur atau akumulasi ssel darah putih dalam sumusm tulang, menggantikan elemen sumsum tulang normal. Juga terjadi proliferasi di hati, limpa dan nodus limfatikus, dan invasi organ non hematologis, seperti meninges, traktus gastrointesinal, ginjal dan kulit. Insidensi Leukemia di Amerika adalah 13 per 100.000 penduduk/tahun ( Wilson, 1991 ). Leukemia pada anak berkisar pada 3 – 4 kasus per 100.000 anak / tahun . Untuk insidensi ANLL di Amerika Serikat sekitar 3 per 200.000 penduduk pertahun. Sedang di Inggris, Jerman, dan Jepang berkisar 2 – 3 per 100.000 penduduk pertahun ( Rahayu, 1993, cit Nugroho, 1998 ) . Pada sebuah penelitian tentang leukemia di RSUD Dr. Soetomo/FK Unair selama bulan Agustus-Desember 1996 tercatat adalah 25 kasus leukemia akut dari 33 penderita leukemia. Dengan 10 orang menderita ALL ( 40% ) dan 15 orang menderita AML (60 %) ( Boediwarsono, 1998 ). Berdasarkan dari beberapa pengertian mengenai Leukemia maka penulis berpendapat bahwa leukemia merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh prolioferasi abnormal dari sel-sel leukosit yang menyebabkan terjadinya kanker pada alat pembentuk darah. 1.2 Tujuan 1.2.1 Tujuan Umum Untuk memenuhi tugas KMB II tentang askep kelainan pada darah 1.2.1 Tujuan Khusus • Untuk mengetahui konsep penyakit kelainan pada leukosit • Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pada pasien kelainan pada leukosit 1.3 Batasan Masalah Dalam makalah ini kami hanya membahas asuhan keperawatan pada pasien dengan leukimia BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Anatomi Fisiologi Sel Darah Putih Leukosit Sel darah putih rupanya bening dan tidak berwarna, betuknya lebih besar dari sel darah merah, tetapi jumlahnya lebih kecil. Dalam setiap milimeter kubik darah terdapat 6.000 sampai 10.000 (rata-rata 8.000) sel darah putih. Granulosit atau sel polimorfonuklear merupakan hampir 75% dari seluruh jumlah sel darah putih. Mereka terbentuk dalam sumsum merah tulang. Sel ini berisi sebuah nukleus yang berbelah banyak dan protoplasmanya berbulir. Karena itu disebut juga sel berbulir atau granulosit. Kekurangan granulosit disebut granulositopenia. Tidak adanya granulosit disebut agranulositosis, yang dapat timbul setelah makan obat tertentu, termasuk juga antibiotik. Oleh karena itu apabila makan obat-obat tersebut, pemeriksaan darah sebaiknya sering dilakukan untuk mengetahui keadaan ini seawal mungkin. Sel darah putih (leukosit ) terdiri dari : a. Granulosit - Sel netrofil (66%) - Sel eosinofil (3%) - Sel basofil (1%) b. Agranulosit - Limfosit (25%) Sel ini dibentuk di dalam kelenjar limfe dan juga di dalam sumsum tulang. - Monosit (5%) Fungsi sel darah putih (leukosit) : Granulosit dan monosit mempunyai peranan penting dalam perindungan tubuh terhadap mikroorganisme. Dengan kemampuanya sebagai fagosit, mereka memakan mikroorganisme yang masuk ke dalam peredaran darah, pada saat infeksi. Fungsi limfosit adalah sebagai pembentuk antibodi terhadap infeksi dan mempertahankan imunitas tertentu terhadap infeksi. 2.2 Konsep Penyakit 2.2.1 Pengertian Leukemia adalah neoplasma akut atau kronis dari sel-sel pembentuk darah dalam sumsum tulang dan limfa nadi (Reeves, 2001). Leukimia merupakan penyait maligna yang disebabkan abnormal overproduksi dari tipe sel darah putih tertentu, biasanya sel-sel imatur dalam sumsum tulang. Sifat khas leukemia adalah proliferasi tidak teratur atau akumulasi sel darah putih dalam sumsum tulang, menggantikan elemen sumsum tulang normal. Juga terjadi proliferasi di hati, limpa dan nodus limfatikus, dan invasi organ non hematologis, seperti meninges, traktus gastrointesinal, ginjal dan kulit. Kata leukemia berarti darah putih, karena pada penderita ditemukan banyak sel darah putih sebelum diberi terapi. Leukimia terjadi ketika sel darah bersifat kanker yakni membelah secara tidak terkontrol dan mengganggu pembelahan sel darah normal. Sel darah putih yang tampak banyak merupakan sel yang muda, misalnya promielosit. Jumlah yang semakin meninggi ini dapat mengganggu fungsi normal dari sel lainnya. 2.2.2Etiologi Penyebab yang pasti belum diketahui, akan tetapi terdapat faktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya leukemia yaitu : • Faktor genetik : virus tertent\u meyebabkan terjadinya perubahan struktur gen ( T cell leukemia-lymphoma virus/HTLV) • Radiasi ionisasi : lingkungan kerja, pranatal, pengobatan kanker sebelumnya • Terpapar zat-zat kimiawi seperti benzen, arsen, kloramfenikol, fenilbutazon, dan agen anti neoplastik. • Obat-obat imunosupresif, obat karsinogenik seperti diethylstilbestrol. • Faktor herediter, misalnya pada kembar monozigot • Kelainan kromosom : Sindrom Bloom’s, trisomi 21 (Sindrom Down’s), Trisomi G (Sindrom Klinefelter’s), Sindrom fanconi’s, Kromosom Philadelphia positif, Telangiektasis ataksia. 2.2.3. Jenis Leukimia • Ketika leukemia memengaruhi limfosit atau sel limfoid, maka disebut leukemia limfositik. • Ketika leukemia memengaruhi sel darah merah, sel mieloid seperti neutrofil, basofil, dan eosinofil,makrofag, dan keping darah maka disebut leukemia mielogenus. . 1. Leukemia Mielogenus Akut (AML) AML mengenai sel stem hematopeotik yang kelak berdiferensiasi ke semua sel Mieloid: monosit, granulosit, eritrosit, eritrosit dan trombosit. Semua kelompok usia dapat terkena; insidensi meningkat sesuai bertambahnya usia. Merupakan leukemia nonlimfositik yang paling sering terjadi. Pada leukemia jenis ini terjadi kerusakan dalam pertumbuhan dan pematangan sel megakariosit, monosit, granulosit dan eritrosit. Prognosisnya dalam jangka panjang biasanya jelek. Menurut FAB, LMA terdiri atas: • M1 : Myelositik leukkemia akut tanpa diferensiasi • M2 : Myelositik leukemia akut dengan diferensiasi • M3 : Promyelositik leukemia akut • M4 : Myelomonositik leukemia akut • M5 : Monositik leukemia akut dengan deferensiasi • M5A : monositik leukemia akut tanpa diferensiasi • M6 : Eritroleukemia (Sumber : Joan Luckmann, 1987) 2. Leukemia Mielogenus Kronis (CML) CML juga dimasukkan dalam sistem keganasan sel stem mieloid. Namun lebih banyak sel normal dibanding bentuk akut, sehingga penyakit ini lebih ringan. CML jarang menyerang individu di bawah 20 tahun. Terjadi akibat kerusakan murni di pluripotent stem cell. Pada pemeriksaan darah perifer ditemukan juga adanya leukositosis dan trobositosis. Ditemukan juga adanya peningkatan produksi dari granuosit seperti netropil, eosinofil dan basofil. Manifestasi mirip dengan gambaran AML tetapi tanda dan gejala lebih ringan, pasien menunjukkan tanpa gejala selama bertahun-tahun, peningkatan leukosit kadang sampai jumlah yang luar biasa, limpa membesar. 3. Luekemia Limfositik Akut (ALL) ALL dianggap sebagai proliferasi ganas limfoblast. Sering terjadi pada anak-anak, laki-laki lebih banyak dibanding perempuan, puncak insiden usia 4 tahun, setelah usia 15 ALL jarang terjadi. Manifestasi limfosit immatur berproliferasi dalam sumsum tulang dan jaringan perifer, sehingga mengganggu perkembangan sel normal. Adanya kerusakan pada limfoid dengan karakteristik proliferasi sel limfoid imatur pada sumsum tulang. Limpadenopati, hepatosplenomegali dan gangguan susunan saraf pusat dapat terjadi pada jumlah leuosit sampai dengan 100.000/mm3. Secara morfologis ALL dibagi menjadi 3 yaitu: • L1 : jenis ALL yang paling banyak pada masa anak-anak, sel limfoblas kecil-kecil. • L2 : ALL pada orang dewasa, sel lebih besar, inti ireguler, populasi sel heterogen. • L3 : sel-sel besar, populasi sel homogen. 4. Leukemia Limfositik Kronis (CLL) CLL merupakan kelainan ringan mengenai individu usia 50 sampai 70 tahun. Karakteristik leukemia jenis ini adalah adanya proliferasi awal linfosit B. Hasil pemeriksaan darah perifer ditemukan penngkatan jumlah sel limfosit baik matur maupun imatur. Peningkatan jumlah limfosit akan menfiltrasi kelenjar limfe, hati, limpa dan sumsum tulang. Perkembangan penyakit ini mulai stage 0 - IV sampai dengan 5 tahun. 2.2.4 Manifestasi Klinik a. Lekemia Mielogenus Akut • Berkurangnya sel darah normal. • Kepekaan terhadap infeksi terjadi akibat granulositopenia, kekurangan granulosit; kelelahan dan kelemahan terjadi karena anemia; dan kecenderungan perdarahan akibat trombositopenia, kekurangan jumlah trombosit. • Nyeri akibat pembesaran limpa atau hati; masalah kelenjar limfe ; sakit kepala atau muntah akibat lekemia meningeal (sering terjadi pada lekemia limfositik) ; dan nyeri tulang akibat penyebaran sumsum tulang. • Terjadi tanpa peringatan, dengan gejala terjadi dalam periode 1-6 bulan. Hitung sel darah menunjukkan penurunan baik eritrosit maupun trombosit b. Lekemia Meilogenus Kronis • Mirip dengan AML, namun tanda dan gejalanya lebih ringan • Banyak pasien yang menunjukkan tanpa tanda dan gejala selama bertahun-tahun. • Terdapat peningkatan leukosit. • Splenomegali c. Lekemia Limfositik Akut • Limfosit imatur berproliferasi dalam sumsung tulang dan jaringan perifer. • Hematopoesis normal terhambat mengakibatkan penurunan jumlah leukosit, sel darah merah , dan trombosit. • Eritrosit dan trombosit jumlahnya rendah dan leukosit jumlahnya bisa rendah atau tinggi tetapi selalu terdapat sel imatur. • Infiltrasi lekemia ke organ-organ lain lebih sering terjadi pada ALL dari pada bentuk lekemia yang lain dan mengakibatkan nyeri karena pembesaran hati atau limpa, sakit kepala, muntah karena keterlibatan meninges, dan nyeri tulang. d. Lekemia Lomfositik Kronis • Tidak menunjukkan tanda dan gejala dan baru terdiagnosa pada saat pemeriksaan fisik atau penanganan untuk penyakit lain. • Anemia, infeksi, pembesaran nodus limfe dan organ abdominal. • Jumlah eritrosit dan trombosit bisa normal atau menurun. • Limfositopenia ( penurunan jumlah limfosit) 2.2.5. Patofisiologi a.Normalnya tulang marrow diganti dengan tumor yang malignan, imaturnya sel blast. Adanya proliferasi sel blast, produksi eritrosit dan platelet terganggu sehingga akan menimbulkan anemia dan trombositipenia. b.Sistem retikuloendotelial akan terpengaruh dan menyebabkan gangguan sistem pertahanan tubuh dan mudah mengalami infeksi. c.Manifestasi akan tampak pada gambaran gagalnya bone marrow dan infiltrasi organ, sistem saraf pusat. Gangguan pada nutrisi dan metabolisme. Depresi sumsum tulang yang dan berdampak pada penurunan lekosit, eritrosit, faktor pembekuan dan peningkatan tekanan jaringan. d.Adanya infiltrasi pada ekstra medular akan berakibat terjadinya pembesaran hati, limfe, nodus limfe, dan nyeri persendian. (Suriadi, & Yuliani R, 2001: hal. 175) 2.2.6. Tanda dan Gejala 1. Aktivitas : kelelahan, kelemahan, malaise, kelelahan otot. 2. Sirkulasi :palpitasi, takikardi, mur-mur jantung, membran mukosa pucat. 3. Eliminsi : diare, nyeri tekan perianal, darah merah terang, feses hitam, penurunan haluaran urin. 4. Integritas ego : perasaan tidak berdaya, menarik diri, takut, mudah terangsang, ansietas. 5. Makanan/cairan: anoreksia, muntah, perubahan rasa, faringitis, penurunan BB dan disfagia 6. Neurosensori : penurunan koordinasi, disorientasi, pusing kesemutan, parestesia, aktivitas kejang, otot mudah terangsang. 7. Nyeri : nyeri abomen, sakit kepala, nyeri sendi, perilaku hati-hati gelisah 8. Pernafasan : nafas pendek, batuk, dispneu, takipneu, ronkhi, gemericik, penurunan bunyi nafas 9. Keamanan : gangguan penglihatan, perdarahan spontan tidak terkontrol, demam, infeksi, kemerahan, purpura, pembesaran nodus limfe. 10. Seksualitas : perubahan libido, perubahan menstruasi, impotensi, menoragia. 2.2.7. Pemeriksaan Penunjang 1. Hitung darah lengkap : • Hitung darah lengkap complete blood cell (CBC). Pasien dengan CBC kurang dari 10.000/mm3 saat didiagnosis memiliki memiliki prognosis paling baik; jumlah lekosit lebih dari 50.000/mm3 adalah tanda prognosis kurang baik pada pasien sembarang umur. • menunjukkan normositik, anemia normositik 2. Hemoglobulin : dapat kurang dari 10 gr/100ml 3. Retikulosit : jumlah biasaya rendah 4. Trombosit : sangat rendah (< 50000/ml) , menunjukkan kapasitas pembekuan. 5. SDP : mungkin lebih dari 50000/ml dengan peningkatan SDP immatur, 6. PTT : memanjang 7. LDH : mungkin meningkat 8. Asam urat serum : mungkin meningkat 9. Muramidase serum : pengikatan pada leukemia monositik akut dan mielomonositik 10. Copper serum : meningkat 11. Zink serum : menurun 12. Foto dada dan biopsi nodus limfe : dapat mengindikasikan derajat keterlibatan, mendeteksi keterlibatan mediastinum. 13. Aspirasi sumsum tulang. Ditemukannya 25% sel blas memperkuat diagnosis. 14. Pemindaian tulang atau survei kerangka untuk mengkaji keterlibatan tulang. 15. Pemindaian ginjal, hati, limpa untuk mengkaji infiltrat leukemik. 16. Pungsi lumbal untuk mengkaji keterlibatan susunan saraf pusat 17. Biopsi : dokter akan mengangkat sumsum tulang dari tulang pinggul atau tulang besar lainnya. Ahli patologi kemudian akan memeriksa sampel di bawah mikroskop, untuk mencari sel-sel kanker. Cara ini disebut biopsi, yang merupakan cara terbaik untuk mengetahui apakah ada sel-sel leukemia di dalam sumsum tulang. 18. Sitogenetik : laboratorium akan memeriksa kromosom sel dari sampel darah tepi, sumsum tulang, atau kelenjar getah bening. 19. Processus Spinosus : dengan menggunakan jarum yang panjang dan tipis, dokter perlahan-lahan akan mengambil cairan cerebrospinal (cairan yang mengisi ruang di otak dan sumsum tulang belakang). Prosedur ini berlangsung sekitar 30 menit dan dilakukan dengan anestesi lokal. Pasien harus berbaring selama beberapa jam setelahnya, agar tidak pusing. Laboratorium akan memeriksa cairan apakah ada sel-sel leukemia atau tanda-tanda penyakit lainnya. 2.2.8. Penatalaksanaan Penatalaksanaan leukemia ditentukan berdasarkan klasifikasi prognosis dan penyakit penyerta. 1. Terapi dan Kemoterapi, dilakukan ketika sel leukemia sudah terjadi metastasis.kemoterapi dilakukan juga pada fase induksi remisi yang bertujuan mempertahankan remisi selama mungkin. Program terapi. Pengobatan terutama ditunjukkan untuk 2 hal (Netty Tejawinata, 1996) yaitu: 1. Memperbaiki keadaan umum dengan tindakan: - Tranfusi sel darah merah padat (Pocket Red Cell-PRC) untuk mengatasi anemi. Apabila terjadi perdarahan hebat dan jumlah trombosit kurang dari 10.000/mm³, maka diperlukan transfusi trombosit. - Pemberian antibiotik profilaksis untuk mencegah infeksi. 2. Pengobatan spesifik Terutama ditunjukkan untuk mengatasi sel-sel yang abnormal. Pelaksanaannya tergantung pada kebijaksanaan masing-masing rumah sakit, tetapi prinsip dasar pelaksanaannya adalah sebagai berikut: - Induksi untuk mencapai remisi: obat yang diberikan untuk mengatasi kanker sering disebut sitostatika (kemoterapi). Obat diberikan secara kombinasi dengan maksud untuk mengurangi sel-sel blastosit sampai 5% baik secara sistemik maupun intratekal sehingga dapat mengurangi gejala-gajala yang tampak. - Intensifikasi, yaitu pengobatan secara intensif agar sel-sel yang tersisa tidak memperbanyak diri lagi. - Mencegah penyebaran sel-sel abnormal ke sistem saraf pusat - Terapi rumatan (pemeliharaan) dimaksudkan untuk mempertahankan masa remisi Terdapat tiga fase pelaksanaan kemoterapi : a. Fase induksi Dimulasi 4-6 minggu setelah diagnosa ditegakkan. Pada fase ini diberikan terapi kortikostreroid (prednison), vincristin dan L-asparaginase. Fase induksi dinyatakan behasil jika tanda-tanda penyakit berkurang atau tidak ada dan dalam sumsum tulang ditemukan jumlah sel muda kurang dari 5%. b. Fase Profilaksis Sistem saraf pusat Pada fase ini diberikan terapi methotrexate, cytarabine dan hydrocotison melaui intrathecal untuk mencegah invsi sel leukemia ke otak. Terapi irradiasi kranial dilakukan hanya pada pasien leukemia yang mengalami gangguan sistem saraf pusat. c. Konsolidasi Pada fase ini kombinasi pengobatan dilakukan untuk mempertahankan remisis dan mengurangi jumlah sel-sel leukemia yang beredar dalam tubuh. Secara berkala, mingguan atau bulanan dilakukan pemeriksaan darah lengkap untuk menilai respon sumsum tulang terhadap pengobatan. Jika terjadi supresi sumsum tulang, maka pengobatan dihentikan sementara atau dosis obat dikurangi. Pasien leukemia bisa mendapatkan kemoterapi dengan berbagai cara: • Melalui mulut • Dengan suntikan langsung ke pembuluh darah balik (atau intravena) • Melalui kateter (tabung kecil yang fleksibel) yang ditempatkan di dalam pembuluh darah balik besar, seringkali di dada bagian atas - Perawat akan menyuntikkan obat ke dalam kateter, untuk menghindari suntikan yang berulang kali. Cara ini akan mengurangi rasa tidak nyaman dan/atau cedera pada pembuluh darah balik/kulit. • Dengan suntikan langsung ke cairan cerebrospinal – jika ahli patologi menemukan sel-sel leukemia dalam cairan yang mengisi ruang di otak dan sumsum tulang belakang, dokter bisa memerintahkan kemoterapi intratekal. Dokter akan menyuntikkan obat langsung ke dalam cairan cerebrospinal. Metode ini digunakan karena obat yang diberikan melalui suntikan IV atau diminum seringkali tidak mencapai sel-sel di otak dan sumsum tulang belakang. 2. Terapi Biologi Terapi ini diberikan melalui suntikan di dalam pembuluh darah balik. Bagi pasien dengan leukemia limfositik kronis, jenis terapi biologi yang digunakan adalah antibodi monoklonal yang akan mengikatkan diri pada sel-sel leukemia. Terapi ini memungkinkan sistem kekebalan untuk membunuh sel-sel leukemia di dalam darah dan sumsum tulang. Bagi penderita dengan leukemia myeloid kronis, terapi biologi yang digunakan adalah bahan alami bernama interferon untuk memperlambat pertumbuhan sel-sel leukemia. 3. Terapi Radiasi Terapi Radiasi (juga disebut sebagai radioterapi) menggunakan sinar berenergi tinggi untuk membunuh sel-sel leukemia. Bagi sebagian besar pasien, sebuah mesin yang besar akan mengarahkan radiasi pada limpa, otak, atau bagian lain dalam tubuh tempat menumpuknya sel-sel leukemia ini. Beberapa pasien mendapatkan radiasi yang diarahkan ke seluruh tubuh. (Iradiasi seluruh tubuh biasanya diberikan sebelum transplantasi sumsum tulang.) 4. Transplantasi Sel Induk (Stem Cell) Beberapa pasien leukemia menjalani transplantasi sel induk (stem cell). Transplantasi sel induk memungkinkan pasien diobati dengan dosis obat yang tinggi, radiasi, atau keduanya. Dosis tinggi ini akan menghancurkan sel-sel leukemia sekaligus sel-sel darah normal dalam sumsum tulang. Kemudian, pasien akan mendapatkan sel-sel induk (stem cell) yang sehat melalui tabung fleksibel yang dipasang di pembuluh darah balik besar di daerah dada atau leher. Sel-sel darah yang baru akan tumbuh dari sel-sel induk (stem cell) hasil transplantasi ini. Setelah transplantasi sel induk (stem cell), pasien biasanya harus menginap di rumah sakit selama beberapa minggu. Tim kesehatan akan melindungi pasien dari infeksi sampai sel-sel induk (stem cell) hasil transplantasi mulai menghasilkan sel-sel darah putih dalam jumlah yang memadai. 5. Pencegahan terpaparnya mikroorgansme dengan isolasi Transplantasi sumsum tulang, transplantasi sumsum tulang merupakan alternatif terbaik dalam penanganan leukemia. Terapi ini juga biasa dilakukan pada pasien dengan limphoma, anemia aplastik. BAB III ASUHAN KEPERAWATAN 3.1. Pengkajian 1. Riwayat penyakit : pengobatan kanker sebelumnya 2. Riwayat keluarga : adanya gangguan hematologis, adanya faktor herediter misal kembar monozigot 3. Kaji adanya tanda-tanda anemia : kelemahan, kelelahan, pucat, sakit kepala, anoreksia, muntah, sesak, nafas cepat 4. Kaji adanya tanda-tanda leukopenia : demam, stomatitis, gejala infeksi pernafasan atas, infeksi perkemihan; infeksi kulit dapat timbul kemerahan atau hiotam tanpa pus 5. Kaji adanya tanda-tanda trombositopenia : ptechiae, purpura, perdarahan membran mukosa, pembentukan hematoma, purpura; kaji adanya tanda-tanda invasi ekstra medula: limfadenopati, hepatomegali, splenomegali. 6. Kaji adanya pembesaran testis, hematuria, hipertensi, gagal ginjal, inflamasi di sekkitar rektal dan nyeri. 3.2. Diagnosa Keperawatan 1. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh 2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia 3. Resiko terhadap cedera : perdarahan yang berhubungan dengan penurunan jumlah trombosit 4. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah 5. Perubahan membran mukosa mulut : stomatitis yang berhubungan dengan efek samping agen kemoterapi 6. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan anoreksia, malaise, mual dan muntah, efek samping kemoterapi dan atau stomatitis 7. Nyeri yang berhubungan dengan efek fisiologis dari leukemia 8. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pemberian agens kemoterapi, radioterapi, imobilitas. 9. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan alopesia atau perubahan cepat pada penampilan. 10. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak yang menderita leukemia. 11. Antisipasi berduka berhubungan dengan perasaan potensial kehilangan. 3.3 Intervensi dan Rasional 1. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh Tujuan : Pasien tidak mengalami gejala-gejala infeksi Intervensi Rasional Pantau suhu dengan teliti untuk mendeteksi kemungkinan infeksi Tempatkan Px dalam ruangan khusus untuk meminimalkan terpaparnya Px dari sumber infeksi Anjurkan semua pengunjung dan staff rumah sakit untuk menggunakan teknik mencuci tangan dengan baik untuk meminimalkan pajanan pada organisme infektif Gunakan teknik aseptik yang cermat untuk semua prosedur invasive untuk mencegah kontaminasi silang/menurunkan resiko infeksi Evaluasi keadaan pasien terhadap tempat-tempat munculnya infeksi seperti tempat penusukan jarum, ulserasi mukosa, dan masalah gigi untuk intervensi dini penanganan infeksi Inspeksi membran mukosa mulut. Bersihkan mulut dengan baik rongga mulut adalah medium yang baik untuk pertumbuhan organisme Berikan periode istirahat tanpa gangguan menambah energi untuk penyembuhan dan regenerasi seluler Berikan diet lengkap nutrisi sesuai usia untuk mendukung pertahanan alami tubuh Berikan antibiotik sesuai ketentuan diberikan sebagai profilaktik atau mengobati infeksi khusus 2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia Tujuan : terjadi peningkatan toleransi aktifitas Intervensi Rasional Evaluasi laporan kelemahan, perhatikan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dala aktifitas sehari-hari menentukan derajat dan efek ketidakmampuan Berikan lingkungan tenang dan perlu istirahat tanpa gangguan menghemat energi untuk aktifitas dan regenerasi seluler atau penyambungan jaringan Kaji kemampuan untuk berpartisipasi pada aktifitas yang diinginkan atau dibutuhkan mengidentifikasi kebutuhan individual dan membantu pemilihan intervensi Berikan bantuan dalam aktifitas sehari-hari dan ambulasi memaksimalkan sediaan energi untuk tugas perawatan diri Berikan bantuan dalam aktifitas sehari-hari dan ambulasi memaksimalkan sediaan energi untuk tugas perawatan diri 3. Resiko terhadap cedera/perdarahan yang berhubungan dengan penurunan jumlah trombosit Tujuan : klien tidak menunjukkan bukti-bukti perdarahan Intervensi Rasional Gunakan semua tindakan untuk mencegah perdarahan khususnya pada daerah ekimosis karena perdarahan memperberat kondisi pasien dengan adanya anemia Cegah ulserasi oral dan rectal karena kulit yang luka cenderung untuk berdarah Gunakan jarum yang kecil pada saat melakukan injeksi untuk mencegah perdarahan Menggunakan sikat gigi yang lunak dan lembut untuk mencegah perdarahan Laporkan setiap tanda-tanda perdarahan (tekanan darah menurun, denyut nadi cepat, dan pucat) untuk memberikan intervensi dini dalam mengatasi perdarahan Hindari obat-obat yang mengandung aspirin karena aspirin mempengaruhi fungsi trombosit Ajarkan orang tua dan anak yang lebih besar ntuk mengontrol perdarahan hidung untuk mencegah perdarahan 4. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan munta Tujuan : – Tidak terjadi kekurangan volume cairan – Pasien tidak mengalami mual dan muntah Intervensi Rasional Berikan antiemetik awal sebelum dimulainya kemoterapi untuk mencegah mual dan muntah Berikan antiemetik secara teratur pada waktu dan program kemoterapi untuk mencegah episode berulang Kaji respon Px terhadap anti emetic karena tidak ada obat antiemetik yang secara umum berhasil Hindari memberikan makanan yang beraroma menyengat Bau yang menyengat dapat menimbulkan mual dan muntah Anjurkan makan dalam porsi kecil tapi sering jumlah kecil biasanya ditoleransi dengan baik Berikan cairan intravena sesuai ketentuan untuk mempertahankan hidrasi 5. Perubahan membran mukosa mulut : stomatitis yang berhubungan dengan efek samping agen kemoterapi Tujuan : pasien tidak mengalami mukositis oral Intervensi Rasional Inspeksi mulut setiap hari untuk adanya ulkus oral untuk mendapatkan tindakan yang segera Hindari mengukur suhu oral untuk mencegah trauma Gunakan sikat gigi berbulu lembut, aplikator berujung kapas, atau jari yang dibalut kasa untuk menghindari trauma Berikan pencucian mulut yang sering dengan cairan salin normal atau tanpa larutan bikarbonat untuk menuingkatkan penyembuhan Gunakan pelembab bibir untuk menjaga agar bibir tetap lembab dan mencegah pecah-pecah (fisura) Hindari penggunaan larutan lidokain pada anak kecil karena bila digunakan pada faring, dapat menekan refleks muntah yang mengakibatkan resiko aspirasi dan dapat menyebabkan kejang Berikan diet cair, lembut dan lunak agar makanan yang masuk dapat ditoleransi Inspeksi mulut setiap hari untuk mendeteksi kemungkinan infeksi Dorong masukan cairan dengan menggunakan sedotan untuk membantu melewati area nyeri Hindari penggunaa swab gliserin, hidrogen peroksida dan susu magnesia dapat mengiritasi jaringan yang luka dan dapat membusukkan gigi, memperlambat penyembuhan dengan memecah protein dan dapat mengeringkan mukosa Berikan obat-obat anti infeksi sesuai ketentuan untuk mencegah atau mengatasi mukositis Berikan analgetik untuk mengendalikan nyeri 6. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan anoreksia, malaise, mual dan muntah, efek samping kemoterapi dan atau stomatitis Tujuan : pasien mendapat nutrisi yang adekuat Intervensi Rasional Dorong keluarga untuk tetap rileks pada saat pasien makan jelaskan bahwa hilangnya nafsu makan adalah akibat langsung dari mual dan muntah serta kemoterapi Izinkan pasien memakan semua makanan yang dapat ditoleransi, rencanakan untuk memperbaiki kualitas gizi pada saat selera makan anak meningkat untuk mempertahankan nutrisi yang optimal Berikan makanan yang disertai suplemen nutrisi gizi, seperti susu bubuk atau suplemenyang dijual bebas untuk memaksimalkan kualitas intake nutrisi Izinkan pasien untuk terlibat dalam persiapan dan pemilihan makanan untuk mendorong agar pasien mau makan Dorong masukan nutrisi dengan jumlah sedikit tapi sering karena jumlah yang kecil biasanya ditoleransi dengan baik Dorong pasien untuk makan diet tinggi kalori kaya nutrient kebutuhan jaringan metabolik ditingkatkan begitu juga cairan untuk menghilangkan produk sisa suplemen dapat memainkan peranan penting dalam mempertahankan masukan kalori dan protein yang adekuat Timbang BB, ukur TB dan ketebalan lipatan kulit trisep membantu dalam mengidentifikasi malnutrisi protein kalori, khususnya bila BB dan pengukuran antropometri kurang dari normal 7. Nyeri yang berhubungan dengan efek fisiologis dari leukemia Tujuan : pasien tidak mengalami nyeri atau nyeri menurun sampai tingkat yang dapat diterima Intervensi Rasional Mengkaji tingkat nyeri dengan skala 0 sampai 10 informasi memberikan data dasar untuk mengevaluasi kebutuhan atau keefektifan intervensi Jika mungkin, gunakan prosedur-prosedur (misal pemantauan suhu non invasif, alat akses vena) untuk meminimalkan rasa tidak aman Evaluasi efektifitas penghilang nyeri dengan derajat kesadaran dan sedasi untuk menentukan kebutuhan perubahan dosis. Waktu pemberian atau obat Lakukan teknik pengurangan nyeri non farmakologis yang tepat sebagai analgetik tambahan Berikan obat-obat anti nyeri secara teratur untuk mencegah kambuhnya nyeri 8. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pemberian agens kemoterapi, radioterapi, imobilitas Tujuan : pasien mempertahankan integritas kulit Intervensi Rasional Berikan perawatan kulit yang cemat, terutama di dalam mulut dan daerah perianal karena area ini cenderung mengalami ulserasi Ubah posisi dengan sering untuk merangsang sirkulasi dan mencegah tekanan pada kulit Mandikan dengan air hangat dan sabun ringan mempertahankan kebersihan tanpa mengiritasi kulit Kaji kulit yang kering terhadap efek samping terapi kanker efek kemerahan atau kulit kering dan pruritus, ulserasi dapat terjadi dalam area radiasi pada beberapa agen kemoterapi Anjurkan pasien untuk tidak menggaruk dan menepuk kulit yang kering membantu mencegah friksi atau trauma kulit Dorong masukan kalori protein yang adekuat untuk mencegah keseimbangan nitrogen yang negatif Pilih pakaian yang longgar dan lembut diatas area yang teradiasi untuk meminimalkan iritasi tambahan 9. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan alopesia atau perubahan cepat pada penampilan Tujuan : pasien atau keluarga menunjukkan perilaku koping positif Intervensi Rasional Dorong pasien untuk memilih wig (pasien perempuan) yang serupa gaya dan warna rambut pasien sebelum rambut mulai rontok untuk membantu mengembangkan penyesuaian rambut terhadap kerontokan rambut Berikan penutup kepala yang adekuat selama pemajanan pada sinar matahari, angin atau dingin karena hilangnya perlindungan rambut Jelaskan bahwa rambut mulai tumbuh dalam 3 hingga 6 bulan dan mungkin warna atau teksturnya agak berbeda untuk menyiapkan pasien dan keluarga terhadap perubahan penampilan rambut baru Dorong hygiene, berdandan, dan alat alat yang sesuai dengan jenis kelamin , misalnya wig, skarf, topi, tata rias, dan pakaian yang menarik untuk meningkatkan penampilan 10. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai keluarga yang menderita leukemia Tujuan : pasien atau keluarga menunjukkan pengetahuan tentang prosedur diagnostic atau terapi Intervensi Rasional Jelaskan alasan setiap prosedur yang akan dilakukan pada pasien untuk meminimalkan kekhawatiran yang tidak perlu Jadwalkan waktu agar keluarga dapat berkumpul tanpa gangguan dari staff untuk mendorong komunikasi dan ekspresi perasaan Bantu keluarga merencanakan masa depan, khususnya dalam membantu pasien menjalani kehidupan yang normal untuk meningkatkan perkembangan pasien yang optimal Dorong keluarga untuk mengespresikan perasaannya mengenai kehidupan pasien sebelum diagnosa dan prospek pasien untuk bertahan hidup memberikan kesempatan pada keluarga untuk menghadapi rasa takut secara realistis Diskusikan bersama keluarga bagaimana mereka memberitahu pasien tentang hasil tindakan dan kebutuhan terhadap pengobatan dan kemungkinan terapi tambahan untuk mempertahankan komunikasi yang terbuka dan jujur Hindari untuk menjelaskan hal-hal yang tidak sesuai dengan kenyataan yang ada untuk mencegah bertambahnya rasa khawatiran keluarga 11. Antisipasi berduka berhubungan dengan perasaan potensial kehilangan. Tujuan : pasien atau keluarga menerima dan mengatasi kemungkinan kematian pasien Intervensi Rasional Kaji tahapan berduka terhadap pasien dan keluarga pengetahuan tentang proses berduka memperkuat normalitas perasaan atau reaksi terhadap apa yang dialami dan dapat membantu pasien dan keluarga lebih efektif menghadapi kondisinya Berikan kontak yang konsisten pada keluarga untuk menetapkan hubungan saling percaya yang mendorong komunikasi Bantu keluarga merencanakan perawatan pasien, terutama pada tahap terminal untuk meyakinkan bahwa harapan mereka diimplementasikan Fasilitasi pasien untuk mengespresikan perasaannya. memperkuat normalitas perasaan atau reaksi terhadap apa yang dialami. BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan ■ Sel darah putih (leukosit) terdiri dari granulosit (neutrofil,eosinofil,basofil) dan agranulosit (limfosit dan monosit) yang berfungsi sebagai fagosit terhadap mikroorganisme yang ada dalam peredaran darah dan sebagai pembentuk antibodi terhadap infeksi serta mempertahankan imunitas tubuh terhadap infeksi tertentu. ■ Leukimia merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh abnormalnya proliferasi leukosit sehingga mendesak sel darah maupun sel yang lainnya. ■ Leukimia diklafisikan menjadi leukimia mielogenus dan leukimia limfositik. ■ Leukimia disebabkan oleh faktor genetik, radiasi ionisasi, terpapar zat-zat kimiawi, obat-obat imunosupresif, faktor herediter, kelainan kromosom. ■ Penatalaksanaan leukimia adalah terapi dan k emoterapi; terapi biologi; terapi radiasi, transpaltasi sel induk (stem cell); dan pencegahan terpaparnya mikroorganisme dengan isolasi. ■ Terdapat 11 diagnosa keperawatan yang muncul, yaitu resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh, intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia, resiko terhadap cedera : perdarahan yang berhubungan dengan penurunan jumlah trombosit, resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah, perubahan membran mukosa mulut : stomatitis yang berhubungan dengan efek samping agen kemoterapi, perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan anoreksia, malaise, mual dan muntah, efek samping kemoterapi dan atau stomatitis, nyeri yang berhubungan dengan efek fisiologis dari leukemia, kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pemberian agens kemoterapi, radioterapi, imobilitas, gangguan citra tubuh berhubungan dengan alopesia atau perubahan cepat pada penampilan, perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak yang menderita leukemia, antisipasi berduka berhubungan dengan perasaan potensial kehilangan. 4.2 Saran Sebaiknya kejadian leukimia bisa dihindari dengan menjahui etiologinya. Pengobatan secara dini mungkin sangat diperlukan. DAFTAR PUSTAKA Doenges, Marilynn E. 1999. Nursing Care Plans: Guidelines For Planning And Documenting Patient Care. Alih Bahasa I Made Kariasa. Ed. 3. Jakarta : EGC Pearce, Evelyn C. 1999. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta : Gramedia Price, Sylvia Anderson. Pathophysiology. 1994. Clinical Concepts Of Disease Processes. Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4. Jakarta : EGC Reeves, Charlene J et al. 2001 . Medical-Surgical Nursing. Alih Bahasa Joko Setyono. Ed. I. Jakarta : Salemba Medika Smeltzer Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC Tucker, Susan Martin et al. Patient care Standards. 1998. Nursing Process, diagnosis, And Outcome. Alih bahasa Yasmin asih. Ed. 5. Jakarta : EGC Anonim.2011.Leukimia.http://kesehatanstikes27.wordpress.com/2011/01/19/leukemia-2/. Diunduh pada 18 november 2011 jam 10.05 Haldien. 2011. Askep Leukimia. http://haldien3101-3102. blogspot.com/2011/06/askep-leukimia.html. diunduh pada 18 November 2011 jam 10.00

Selasa, 14 Juni 2011

SOP (Standart Operasional Prosedure) Pemasangan Infus

Alat dan bahan : 1. Standart infus 2. Infus set 3. Cairan infus 4. Abokat / IV Chateter / Medikat 5. Kapas steril 6. Kapas lidi steril 7. Kassa steril 8. Handschoen steril 10. Povidon Iodine 11. Botol Spery steril (isi alkohol 12. Korentang 13. Bak instrumen 14. Perlak dan pengalas 15. Bengkok 16. Alat cukur 17. Gunting 18. Torniquet 19. Plester 20. Cucing Implementasi 1. Cuci tangan dengan sabun di bawah air yang mengalir 2. Pasien diberi penjelasan 3. Siapkan area yang akan di pasang infus (prioritas vena distal dan bagian sinistra) 4. Cukur area bila ada bulu 5. Periksa ulang yang akan diberikan 6. Tusukkan selang infus pada botol cairan 7. Keluarkan udara dari selang infus , alirkan cairan ,tampung di bengkok, setelah tidak ada udara di selang infus, matikan alirannya 8. Pasang perlak dan pengalas 9. Pastikan vena yang akan ditusuk 10. Pasang torniquet di atas lokasi penusukan 11. Lakukan desinfeksi dengan kapas alkohol dengan gerakan memutar dari dalam ke luar, atau dari bawah ke atas. Dilakukan 2-3 kali dengan kapas alkohol yg berbeda ( 1x desinfeksi dgn 1 kapas, setelah itu ganti kapas alkohol lagi) 12. Pakai handschoen 13. Masukkan abokat pada vena yang ditentukan, dengan sudup 10-30 derajat, lubang jarum menghadap ke atas 14. Setelah abokat masuk, torniquet dilepas , jika masuk seperempat, madrin (jarum) ditarik sedikit, jika ada darah , abokat dimasukkan sampai pangkal 15. Sebelum melepas madrin, tekan ujung abokat dengan jari, lepas madrinnya, kemudian sambung pangkal abokat dengan infus set 16. Fiksasi a. IV chateter bersayap - Letakkan plester di bawah sayap ,dilipat ke atas sayap searah dan sejajar ujung IV chateter - Letakkan plester kedua diatas pangkal IV chateter dan sayap dengan posisi melintang , beri povidine iodine dgn menggunakan kapas lidi - tutup dengan kasa steril dan letakkan plester di atasnya - tulis tanggal dan jam pemasangan infus b. IV chateter tanpa sayap - letakkan plester di bawah pangkal IV chateter, silangkan diatasnya, jgn sampai menutup luka tusukan - letakkan plester kedua diselang plester pertama di atas pangkal IV chateter - beri povidine iodine dengan menggunakan kapas lidi - tutup dgn kasa steril dan beri plester di atasnya -tulis tanggal pemasangan infus 17. Hitung jumlah tetesan sesuai kebutuhan 18. Perhatikan reaksi pasien 19. Catat waktu pemasangan infus, jenis cairan dan jumlah tetesan pd lembar observasi 20. Klien dirapikan 21. Jelaskan aktivitas pasien yg b0leh dan tdk boleh..

Senin, 16 Mei 2011

Di Doa Ibuku Namaku Disebut

Di waktu ku masih kecil, gembira dan senang
Tiada duka kukenal, tak kunjung mengerang
Di sore hari nan sepi….ibuku bertelut
Sujud berdoa ku dengar namaku disebut

Di doa ibuku, namaku disebut
Di doa ibuku ku dengar, ada namaku disebut

Sering ini kukenang, di masa yang berat
Di kala hidup mendesak dan nyaris ku sesat
Melintas gambar ibuku, sewaktu bertelut
Kembali sayup kudengar…. Namaku disebut

Di sore hari nan sepi… ibuku bertelut
Sujud berdoa ku dengar namaku disebut
Di doa ibuku, namaku disebut
Di doa ibuku dengar ada namaku disebut….
Ada namaku di sebut

Sekarang dia telah pergi ke rumah yang tenang
Namun kasihnya padaku selalu ku kenang
Kulintas gambar ibuku sewaktu berteduh
Kembali sayup kudengar … namaku disebut..

One Day at a Time, Sweet Jesus

I'm only human, I'm just a woman
Help me believe in what I could be
And all that I am
Show me the stairway, I have to climb
Lord for my sake, teach me to take
One day at a time


cho: One day at a time sweet Jesus
That's all I'm asking from you
Just give me the strength
To do everyday what I have to do
Yesterdays gone sweet Jesus
And tomorrow may never be mine
Lord help me today, show me the way
One day at a time


Do you remember, when you walked among men
Well Jesus you know if you're looking below
It's worse now, than then
Cheating and stealing, violence and crime
So for my sake, teach me to take
One day at a time

Kamis, 06 Januari 2011

Konsep dan Teori Keperawatan Menurut Dorothy Orem

Dorothea Orem adalah salah seorang teoritis keperawatan terkemuka di Amerika. Dorothe Orem lahir di Baltimore, Maryland di tahun 1914. Ia memperoleh gelar sarjana keperawatan pada tahun 1939 dan Master Keperawatan pada tahun 1945. Selama karir profesionalnya, dia bekerja sebagai seorang staf keperawatan, perawat pribadi, perawat pendidik dan administrasi, serta perawat konsultan. Ia menerima gelar Doktor pada tahun 1976. Dorothea Orem adalah anggota subkomite kurikulum di Universitas Katolik. Ia mengakui kebutuhan untuk melanjutkan perkembangan konseptualisasi keperawatan. Ia pertama kali mempubilkasikan ide-idenya dalam “Keperawatan : Konsep praktik”, pada tahun 1971, yang kedua pada tahun 1980 dan yang terakhir di tahun 1995.

Pengertian Keperawatan Menurut Orem
Menurutnya teori keperawatan adalah :
Pelayanan manusia yang berpusat kepada kebutuhan manusia untuk mengurus diri bagaimana mengaturnya secara terus menerus untuk dapat menunjang kesehatan dan kehidupan, sembuh dari penyakit atau kecelakaan dan menanggulangi akibat-akibatnya (Orem, 1971).



Menurut Orem, asuhan keperawatan dilakukan dengan keyakinan bahwa setiap orang mempunyai kemampuan untuk merawat diri sendiri sehingga membantu individu memenuhi kabutuhan hidup, memlihara kesehatan dan kesejahteraannya, oleh karena itu teori ini dikenal sebagai Self Care (perawatan diri) atau Self Care Defisit Teori. Orang dewasa dapat merawat diri mereka sendiri, sedangkan bayi, lansia, dan orang sakit membutuhkan bantuan untuk memenuhi aktivitas Self Care mereka.
Deskripsi Konsep Sentral Orem
1. Manusia :
Suatu kesatuan yang dipandang sebagai berfungsi secara biologis simbolik dan sosial serta berinisiasi dan melakukan kegiatan asuhan/perawatan mandiri untuk mempertahankan kehidupan, kesehatan dan kesejahteraan. Kegiatan asuhan keperawatan mandiri terkait dengan
1. Udara
2. Air
3. Makanan
4. Eliminasi
5. Kegiatan dan istirahat
6. Interaksi sosial
7. Pencegahan terhadap bahaya kehidupan
8. Kesejahteraan dan peningkatan fungsi manusia
2. Masyarakat/lingkungan :
Lingkungan sekitar individu yang membentuk sistem terintegrasi dan interaktif


3. Kesehatan :
Suatu keadaan yang dicirikan oleh keutuhan struktur manusia yang berkembang dan berfungsi secara fisik dan jiwa yang meliputi aspek fisik, psikologik, interpersonal dan sosial. Kesejahteraan digunakan untuk menjelaskan tentang kondisi persepsi individu terhadap keberadaannya. Kesejahteraan merupakan suatu kedaan dicirikan oleh pengalaman yang menyenangkan dan berbagai bentuk kebahagiaan lain, pengalaman spiritual, gerakan untuk memenuhi ideal diri seseorang dan melalui personalisasi berkesinambungan. Kesejahteraan berhubungan dengan kesehatan, keberhasilan dalam usaha dan sumber yang memadai.
4. Keperawatan :
Pelayanan yang membantu manusia dengan tingkat ketergantungan sepenuhnya atau sebagian pada bayi, anak dan orang dewasa, ketika mereka, orangtua mereka, wali atau orang dewasa lain yang bertanggung jawab terhadap pengasuhan atau perawatan pada mereka tidak lagi mampu merawat atau mengasuh atau mengawasi mereka. Upaya kreatif manusia ditujukan untuk menolong sesama. Keperawatan merupakan tindakan yang dilakukan dengan sengaja dan mempunyai tujuan suatu fungsi yang dilakukan perawat karena memiliki kecerdasan, serta tindakan yang memungkinkan pemulihan kondisi secara manusiawi pada manusia dan lingkungannya.

Teori Sistem Keperawatan Orem

Teori ini mengacu kepada bagaimana individu memenuhi kebutuhan dan menolong keperawatannya sendiri, maka timbullah teori dari Orem tentang Self Care Deficit of Nursing. Dari teori ini oleh Orem dijabarkan ke dalam tiga teori yaitu ;



1. Self Care
Teori self care ini berisi upaya tuntutan pelayanan diri yang The nepeutic sesuai dengan kebutuhan
Perawatan diri sendiri adalah suatu langkah awal yang dilakukan oleh seorang perawat yang berlangsung secara continue sesuai dengan keadaan dan keberadannya , keadaan kesehatan dan kesempurnaan.
Perawatan diri sendiri merupakan aktifitas yang praktis dari seseorang dalam memelihara kesehatannya serta mempertahankan kehidupannya. Terjadi hubungan antar pembeli self care dengan penerima self care dalam hubungan terapi. Orem mengemukakan tiga kategori / persyaratan self care yaitu : persyaratan universal, persyaratan pengembangan dan persyaratan kesehatan.
Penekanan teori self care secara umum :
a. Pemeliharaan intake udara
b. Pemeliharaan intake air
c. Pemeliharaan intake makanan
d. Mempertahankankan hubungan perawatan proses eliminasi dan eksresi
e. Pemeliharaan keseimbangan antara aktivitas dan istirahat
f. Pemeliharaan keseimbangan antara solitude dan interaksi sosial
g. Pencegahan resiko-resiko untuk hidup, fungsi usia dan kesehatan manusia
h. Peningkatan fungsi tubuh dan pengimbangan manusia dalam kelompok sosial sesuai dengan potensinya.






2. Self Care Deficit
Teori ini merupakan inti dari teori perawatan general Orem. Yang menggambarkan kapan keperawatan di perlukan.Oleh karena perencanaan keperawatan pada saat perawatan yang dibutuhkan.
Bila dewasa (pada kasus ketergantungan, orang tua, pengasuh) tidak mampu atau keterbatasan dalam melakukan self care yang efektif
Teori self care deficit diterapkan bila ;
- Anak belum dewasa
- Kebutuhan melebihi kemampuan perawatan
- Kemampuan sebanding dengan kebutuhan tapi diprediksi untuk
masa yang akan datang.

3. Nursing system
Teori yang membahas bagaimana kebutuhan “Self Care” patien dapat dipenuhi oleh perawat, pasien atau keduanya. Nursing system ditentukan atau direncanakan berdasarkan kebutuhan “Self Care” dan kemampuan pasien untuk menjalani aktifitas “Self Care”.
Orem mengidentifikasikan klasifikasi Nursing System :
a. The Wholly compensatory system
Merupakan suatu tindakan keperawatan dengan memberikan bantuan secara penuh kepada pasien dikarenakan ketidakmampuan pasien dalam memenuhi tindakan keperawatan secara mandiri yang memerlukan bantuan dalam pergerakan, pengontrolan dan ambulasi, serta adanya manipulasi gerakan.
b. The Partly compensantory system
Merupakan system dalam memberikan perawatan diri secara sebagian saja dan ditujukan pada pasien yang memerlukan bantuan secara minimal seperti pada pasien post op abdomen dimana pasien ini memiliki kemampuan seperti cuci tangan, gosok gigi, akan tetapi butuh pertolongan perawat dalam ambulasi dan melakukan perawatan luka.


c. The supportive – Educative system
Dukungan pendidikan dibutuhkan oleh klien yang memerlukannya untuk dipelajari, agar mampu melakukan perawatan mandiri.
Metode bantuan :
Perawat membantu klien denagn mengguanakn sistem dan melalui lima metode bantuan yang meliputi :
Acting atau melakukan sesuatu untuk klien
Mengajarkan klien
Menagarahkan klien
Mensuport klien
Menyediakan lingkungan untuk klien agar dapat tumbuh dan berkembang.

Hubungan Model dengan Paradigma Keperawatan

1. Manusia
Model Orem membahas dengan jelas individu dan berfokus pada diri dan perawatan diri. Namun demikian, seseorang dianggap paling ekslusif dalam kontek ini sedangkan kompleksitas perawatan manusia dan tindakan manusia tidak dipertimbangkan. Dalam hal ini, model tersebut berada dalam kategori yang didefinisikan sebagai paradigma total, bahwa manusia dianggap sebagai sejumlah kebutuhan perawatan diri.

2. Lingkungan
Lingkungan juga dibahas dengan jelas dalam model ini. Namun, hal ini terutama dianggap sebagai situasi tempat terjadinya perawatan diri atau kurangnya perawatan diri.





3. Sehat dan Sakit
Ide ini juga terdapat dalam model tersebut, namun dibahas dalam kaitannya dengan perawatan diri. Alasannya bahwa jika individu dalam keadaan sehat mereka dapat memenuhi sendiri deficit perawatan diri yang mereka alami. Sebaliknya jika mereka sakit atau cedera, orang tersebut bergeser dari status agens perawtan diri menjadi status pasien atau penerima asuhan. Penyamaan sehat dengan perawatan diri dalam hal ini berarti sehat sakit tidak dibahas dalam konsep yang berbeda. Akan timbul masalah disini jika orang yang sehat tidak dapat melakukan perawatan untuk dirinya sendiri.

4. Keperawatan
Model ini membahas dengan cara yang jelas dan sistematik sifat dari keperawatan dan kerangka kerja untuk memberikan asuhan keperawatan. Harus diketahui bahwa hal tersebut ditampilkan dalam bentuk pendekatan mekanistik berdasarkan pendekatan supportif-edukatif, kompensasi partial, dan kompensasi total. Pendekatan tersebut merupakan pendekatan langsung yang dapat ditatalaksanakan.

Tujuan Keperawatan pada Model Orem

Tujuan keperawatan pada model Orem”s secara umum adalah :
1. Menurunkan tuntutan self care pada tingkat dimana klien dapat memenuhinya, ini berarti menghilangkan self care deficit.
2. Memungkinkan klien meningkatkan kemampuannya untuk memenuhi tuntutan self care.
3. Memungkinkan orang yang berarti (bermakna) bagi klien untuk memberikan asuhan dependen jika self care tidak memungkinkan, oleh karenanya self care deficit apapun dihilangkan.
4. Jika ketiganya diatas tidak tercapai perawat secara langsung dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan self care klien.


Tujuan keperawatan pada model Orem’s yang diterapkan kedalam praktek keperawatan keluarga/ komunitas adalah :
1. Menolong klien dalam hal ini keluraga untuk keperawatan mandiri secara terapeutik
2. Menolong klien bergerak kearah tindakan- tindakan asuahan mandiri
3. Membantu anggota keluarga untuk merawat anggota keluraganya yang mengalami gangguan secara kompeten.
4. Dengan demikian maka fokus asuhan keperawatan pada model orem’s yang diterapkan pada praktek keperawatan kelurga/ komunitas adalah:
• aspek interpersonal : hubungan didalam keluarga
• aspek sosial : hubungan keluarga dengan masyarakat disekitarnya.
• aspek prosedural ; melatih ketrampilan dasar keluarga sehingga mampu mengantisipasi perubahan yang terjadi
• aspek tehnis : mengajarkan kepada keluarga tentang tehnik dasar yang dilakukan di rumah, misalnya melakukan tindakan kompres secara benar.






















BAB III
TERAPAN KASUS


Aplikasi teori model keperawatan orem dapat dilihat dari contoh kasus berikut:
Anak L berusia 7 tahun MRS tanggal 19 oktober 2010 dengan keluhan utama: kepala pusing, lemas dan tidak nafsu makan. Saat dirawat di rumah sakit belum BAB sama sekali, BAK tidak ada masalah. Kondisi klien:mata terlihat cowong dan bibir kering.
TTV : suhu 360C
Nadi 100X/menit
TD 90/50 mmHg
RR 30X/menit
Lila 15 cm
Lida 54 cm
Lika 49 cm




























BAB IV
ANALISA KASUS

4.1 pengkajian
Pada tahap pengkajian perawat mengumpulkan data yang meliputi:
1. Status kesehatan perseorangan
2. Pandangan dokter terhadap kesehatan individu
3. Pandangan individu terhadap kesehatan dirinya
4. Tujuan kesehatan dalam konteks riwayat kehidupan, gaya hidup, dan status kesehatan
5. Memenuhi syarat personal untuk self care
6. Kapasitas individu untuk melakukan self care

Pengumpulan data meliputi pengeahuan individual, keterampilan, motivasi dan orientasi. Dalam tahap ini perlu mencari jawaban terhadap pertanyaan di bawah ini:
1. Terapi apakah yang dibutuhkan untuk perawatan saat ini dan yang akan dating?
2. Apakah klien mempunyai kekurangan dalam memenuhi self care?
3. Jika ada apa alasan dan latar belakang terjadinya kekurangan untuk self care?
4. Haruskah klien ditolong supaya tidak melakukan self care atau melindungi dengan segala kemampuan perkembangan self care untuk tujuan terapi?
5. Apakah yang menjadi potensial klien untuk melakukan self care di masa datang?

4.2 analisa kasus
a. pengkajian dan diagnose
1. identitas:
Nama : An.L
Umur : 7 tahun
Suku bangsa : Indonesia
Agama : islam
Alamat : gading rejo
Tanggal masuk : 19 oktober 2010 / 07.00 WIB
Tanggal Pengkajian : 19 OKTOBER 2010
Diagnose medic : morbili
2. keluhan utama : pusing
3. riwayat penyakit dahulu : tidak ada
4. riwayat penyakit sekarang : morbili
Pola istirahat dan tidur
SMRS
MRS
2X sehari
Tidak tentu
(siang dan malam)


Pola pemenuhan kebutuhan nutrisi
SMRS
MRS
3X sehari
½ porsi
Nasi,lauk dan sayur
Nasi, lauk dan sayur

Pola eliminasi
SMRS
MRS
BAK ± 3X sehari
BAK 3X sehari
BAB
BAB tidak sama sekali

b. Pemeriksaan fisik
DS
DO
Pusing
Lemas
Tidak nafsu makan
TD : 90/50 mmHg
Suhu : 36o C
Nadi : 100X/menit
RR : 30X/menit
Mata cowong
Lidah kotor
Bibir kering
Ada massa feses
Bising usus menrun
Konjungtiva anemis
Membrane mukosa bibir pucat

c. diagnose
Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake yang tidak adekuat ditandai dengan lemas, bibir kering dan lidah kotor
d. analisa data
No
DATA
ETIOLOGI
PROBLEM

DS:
Ibu klien mengatakan anaknya tidak mau makan

DO:
KU lemah
BB turun
Bibir kering
Lidah kotor
Lemak subkutan tipis
Lila : 15 cm
Anorexia

Intake
Asam lambung meningkat

Iritasi mukosa lambung

Mual

Lemas,pusing

Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi
Gangguan kebutuhan nutrisi


No
DATA
ETIOLOGI
PROBLEM

DS:
Ibu klien mengatakan sudah 20 hari anaknya tidak BAB

DO:
Perut kembung
Bising usus menurun
Terdapat suara hyertimpani
Peristaltik usus
TTV:
N : 100X/menit
RR : 30X/ menit
S : 36o C
TD : 90/50 mmHg
lemah

peristaltic usus menrun

konstipasi

gangguan eliminasi alvi
Gangguan eliminasi alvi


No
DATA
ETIOLOGI
PROBLEM

DS:
Ibu klien mengatakan tidak tahu tentang penyakit anaknya

DO:
Orangtua gelisah
Sering bertanya
Pendidikan rendah

Kurangnya informasi

Kurangnya pengetahuan
Kurang pengetahuan


b. perencanaan
Diagnose keperawatan
Tujuan dan criteria hasil
intervensi
rasional
Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake yang tidak adekuat ditandai dengan lemas, bibir kering dan lidah kotor










Gangguan eliminasi alvi berhubungan dengan kelemahan ditandai dengan ditandai dengan ada massa feses, bising usus menurun.







cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1X24 jam resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh tidak terjadi ditandai dengan nafsu makan tinggi, BB nomal











Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1X24 jam gangguan eliminasi dapat teratasi ditandai dengan perut tidak kembung, bising usus normal, tidak terdapat suara hypertimpani




Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1X24 jam di harapkan cemas berkurang



1. Beri asupan nutrisi sesuai kebutuhan


2. Berikan makanan sedikit tapi sering


3. Oservasi TTV



4. Kolabrasi dengan tim gizi dalam pemberian nutrisi


1. Anjurkan makan makanan yang berserat

2. Anjurkan pasien untuk mobilisasi


3. Anjurkan pasien minum yang banyak
4. Kolabrasi dalam pemberian terapi

1. BHSP



2. Kaji tingkat pengetahuan orang tua tentang penyakit anaknya

3. Berikan support

4. Berikan penyuluhan tentang penyakit anaknya
Mengetahui perkembangan dan peningkatan BB

Untuk memenuhi kebutuhan sedikit demi sedikit

Sebagai data awal untuk mengetahui perkembangan

Untuk memenuhi kebutuhan tubuh


Untuk melancarkan BAB

Untuk meningkatkan peristaltic usus


Agar rehidrasi cairan terpenuhi

Untuk memperlancar BAB


Membina hubungan saling percaya

Menilai seberapa jauh tingkat pengetahuan orangtua

Untuk motivasi

Agar ortu tahu tentang proses penyakit

c. implementasi dan evaluasi
No
Implementasi
Evaluasi
1.
Mengkaji ulang apakah klien masih pusing dan lemas

Memberi dulcolax melalui anus

Memberi makanan bernutrisi dan bergizi

Memerikan penyuluhan tentang penyakit morbili kepada keluarga

Klien sudah tidak pusing dan lemas




BAB klien lancar



BB normal dank lien mau makan dengan teratur




Keluaga mengerti tentang penyakit morbili


4.2.1 personal factor
Laki-laki, umur 7 tahun, suku bangsa Indonesia, agama islam.
4.2.2 kategori kebutuhan universal self care
Memperlihatkan tidak adekuatnya intake makanan, cairan konsumsi jumlah kalori yang dibutuhkan.
Orang tua An.L kurang pengetahuan tentang factor-faktor resiko dan gangguan penyakit anaknya.
4.2.3 kategori development self care
-

4.2.4 kategori health deviation
gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan anorexia,
gangguan eliminasi alvi berhubungan dengan kelemahan,
4.2.5 masalah medis dan perencanaan
Gaya hidup yang tidak sehat dan kurangnya pengetahuan mempengaruhi gangguan pemenuhan nutrisi
4.2.6 self care deficit
Kurangnya pengetahuan dasar orang tua An.L dapat mempenauhi gangguan pemenuhan nutrisi

4.3 proses keperawatan
4.3.1 diagnosa keperawatan
Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake yang tidak adekuat ditandai dengan lemas, bibir kering dan lidah kotor
Gangguan eliminasi alvi berhubungan dengan kelemahan ditandai dengan ada massa feses, bising usus menurun.
Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit.
4.3.2. rencana keperawatan
Tujuan:
Mengatasi gangguan kebutuhan nutrisi
Designe nursing system
Support-edukasi(pengetahuan kesehatan)
Metode bantuan
Membeikan support dan penyuluhan
4.3.3 implementasi
An.L mempunyai kemauan untuk makan teratur
Orang tua An.L mempunyai kemauan untuk memberikan jenis makanan yang sehat dan bernutrisi tinggi
Orang tua An.L mempunyai pengetahuan tentang penyakit anaknya
4.3.4 evaluasi
Apakah nutrisi An.L sudah tercukupi
Apakah orang tua An.L mengerti tentang jenis makanan sehat dan bergizi cukup
Apakah An.L mengalami penurunan self care devicit
Apakah support edukatif system sudah objektif dalam meningkatkan self care
Perawatan yang dapat diterapkan kepada An.L berdasarkan model keperawatan orem adalah:
1. Food (partial compensatory)
Perawat memberikan makanan yang sehat dan bergizi
2. Elimination (educative/suportive)
Klien membutuhkan monitoring
3. Activity and rest (edukatif/suportive )
Perawat menginformasikan pada pasien tentang kegiatan yag cocok untuk pasien morbili
4. Hazard prevention (partial compensatory)
Perawat memberikan pada pasien tentang kelebihan dan kekurangan pengobatan yang akan di ambil
5. Promote normality (partial compensatory)
Perawat diharapkan dapat membantu pasien untuk mengembalikan pola hidup pasien sehingga menjadi normal kembali